Thursday, June 1, 2017

Ke Pondok, Apa yang Kau Cari?



Ke Pondok, Apa yang Kau Cari?
Oleh : Ria Fadhilah
(santriwati kelas 1 Ext dan anggota Ikatan Cendikiawan Remaja Islam Manahijussadat (ICRIMA).

Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan. Tempat saya mencari ilmu, tempat saya ditempa untuk belajar disiplin. Contohnya disiplin dalam kebersihan, kerapian, dan mengatur waktu agar tidak terbuang sia-sia. Di sanalah saya juga diajarkan untuk mengetahui apa artinya sopan-santun, kepentingan, perjuangan, dan arti hidup.



            Saya sangat bersyukur bisa berada di pondok pesantren. Karena bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai macam suku daerah yang berbeda. Pengalaman seperti ini belum tentu dirasakan oleh orang lain. saya belajar dari nilai “NOL”, dan sama sekali tidak mengetahui makna dari semua pelajaran itu. Hingga saya mencapai nilai keberhasilan. Karena seseorang harus bangga dan bersyukur mendapatkan predikat sebagai santri. Menjadi santri berarti sedang meniti masa depan yang lebih baik.

            Banyak sekali orang-orang di luar Pondok yang menganggap sepele arti dari pondok pesantren. Karena mereka hanya memikirkan kebahagiaan di luar saja. Walau rasa batin selalu melanda jiwa saya. Tapi, percayalah ini adalah jalan untuk menuju kesuksesan yang akan datang.
            Dan seringkali banyak orang yang mengeluh karena masalah-masalah yang ada di pondok. Seperti halnya yang saya rasakan. Tapi saya yakin dan percaya, bahwa itu semua adalah cobaan dari Allah SWT. Karena Allah SWT sangat menyayangi hamba-Nya. Dan kita hanya cukup menghadapinya dengan sabar tanpa batas.
من صبر ظفر
“Barang siapa yang bersabar, maka beruntunglah ia”
           
Dan saya menganggap pondok pesantren sebagai rumah kedua, sekaligus surga dunia bagi kehidupan saya. (*)


KILAS BALIK


“MENGAPA HARUS MANAHIJUSSADAT?”


“Manahijussadat”, itulah nama yang diberikan KH. Rifai Arif (Alm), pendiri Pesantren Daar el Qalam untuk pesantren yang didirikan oleh K.H. Sulaiman Effendi. Kata “Manahijussadat” berasal dari sebuah kalimat dalam Mahfuzhat (Pepatah Arab) “Usluk bunayya manahijassaadat, wa takhallaqanna biakhlaqil ‘aadaat”, yang artinya “Wahai anakku, ikutilah jalan orang-orang mulia, dan berakhlaklah sebagaimana akhlak orang-orang yang beradab”.

Perjalanan panjang dan berat dilewati, hingga akhirnya Sulaiman lulus dari Gontor. Lulusan Gontor wajib mengabdi, dan mereka terbagi menjadi tiga golongan: wajib mengabdi di Gontor, mengabdi di pondok alumni, atau bebas memilih mengabdi di mana saja. Ust. Sulaiman termasuk golongan ketiga; bebas mengabdi di mana saja. Ust. Sulaiman diajak oleh teman angkatannya untuk mengabdi di Pesantren Daar el Qolam, Gintung.

Dengan tekad yang bulat, Ia pun berangkat menuju daerah yang sama sekali asing. Tetapi tekadnya sudah bulat; ingin mengabdi kepada umat dan bangsa Indonesia. Maka mulailah episode baru kehidupan Ust. Sulaiman: mengabdi sebagai guru di Pesantren Daar el Qolam.
Di Pesantren inilah, kepribadian Ust. Sulaiman lebih terbentuk. Sosok kharismatik K.H. Rifai Arif begitu berjasa dan berkesan. KH. Rifai adalah orang yang luar biasa hebat dalam mengkader orang. Ditumbuhkan kepercayaan diri kepada setiap orang, dikembangkan kemampuan mereka dengan memberi tanggung jawab sesuai dengan kemampuan masing-masing. Termasuk juga Ust. Sulaiman yang diberi tanggung jawab beberapa posisi strategis di pesantren.
Namun demikian, keinginan mendirikan pesantren tetap membuncah di dada Ust. Sulaiman. Keinginan itu begitu kuat, sehingga sampai terbawa ke alam mimpi, seakan beliau berdiri di sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi, di seberangnya sawah yang menghijau dan kebun-kebun. Ada seseorang yang menghampiri dan menunjuk ke tanah tersebut seakan menunjukkan, di sanalah tempat untuk pesantrenmu.

Suatu hari, Ust. Sulaiman diminta untuk memberikan khutbah Jum’at di Komplek Bank Indonesia. Salah seorang jamaah di masjid tersebut, yang kebetulan mempunyai nama yang sama, Sulaiman tiba-tiba mendekati dan mengutarakan maksudnya untuk memberikan wakaf berupa perhiasan yang jika ditotal nilainya sekitar Rp 6.000.000. Kata Bapak Sulaiman, ini saya berikan kepada Ustadz untuk membeli tanah yang akan didirikan sebagai pesantren. Ust. Sulaiman langsung bersyukur dan berkata dalam hati bahwa inilah jalan yang dibuka Allah untuk mendirikan pesantren.
Hingga beberapa hari kemudian, datanglah kawannya yang menawarkan informasi penting ada orang yang mau jual tanah di daerah Lebak, Rangkasbitung. Dan ternyata, setelah disurvey, tanah itu persis seperti apa yang diimpikan Ust. Sulaiman. Tanah seluas 5000 meter itu sudah bersertifikat lengkap. Tanah itu ditawarkan Rp 6.000.000, persis seperti yang diberikan oleh Bapak Sulaiman. Tanpa berpikir panjang lagi, Ust. Sulaiman lalu membeli tanah tersebut. Mulailah episode baru membangun pesantren. Pesantren Manahijussadat akhirnya berdiri. Dimulai dengan menerima beberapa orang santri, pesantren ini terus berkembang pesat hingga sekarang. Pembangunan terus bertambah, sarana prasarana juga terus dikembangkan. Bermula dari beberapa santri, pesantren ini sekarang berkembang hingga sekitar 700 santri.




Salah satu pesan penting KH Sulaiman Effendi yang rasanya perlu untuk diteladani adalah; perbanyak silaturahim. Silaturahim akan membuka berbagai kemungkinan. Silaturahim akan membuka pintu-pintu rezeki yang sebelumnya mungkin tidak pernah kita sangka dan kita duga.

Selebihnya, serahkan pada Allah. Allah yang akan mengatur segalanya.

 


www.kompasiana.com/akbarzainudin/Roadshow pelatihan Man Jadda Wajada For Pesantren : Ponpes Manahijussadat, Rangkas, Banten, 9 Okt 2014.