Wednesday, August 23, 2017

Cerpen

Kembalilah Wanita Terhebatku
Oleh Salsabila Rahman
 
           Ketika kicau dan senandung burung meramaikan suasana di pagi hari, daun yang bergesekan melantunkan simponi merdu seperti nada yang indah. Matahari mulai menampakkan bias sinarnya dari ufuk timur, pertanda sang fajar mulai datang. Tetapi kabut masih menemani dinginnya pagi.
        Lagi dan lagi untuk kesekian harinya pagi ini tanpa Ibu. Tak ada yang menyiapkanku sarapan pagi, tak ada aroma nasi goreng atau telur dadar dipagi hari seperti kebanyakan rumah di sekelilingku. Aku rindu saat Ibu menyambut pagiku dengan hangat. Menyiapkan sarapan, menyiapkan seragam yang akan kukenakan saat Sekolah Dasar. Dulu yaa… itu dulu.
         Namaku Kayla, umurku saat ini menginjak 17 tahun, aku duduk di akhir Sekolah Menengah Atas. Hidupku yang sangat sederhana membuatku kehilangan wanita terhebatku. Ah.. tidak ! wanita yang aku ragukan kehebatannya. Ibu pergi saat aku duduk di kelas 5 Sekolah Dasar, Ibu pergi meninggalkan aku dan Ayah, ibu pergi karena tidak tahan dengan keadaan keluarga kami. Iya kami miskin, Ibu selalu menyalahkan keadaan, menyalahkan Tuhan dan menyalahkan Ayah. Ibu bilang, ia akan kembali menemuiku setelah Ibu mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan adil untuk membahagiakanku.
            Kepergian Ibu membuatku sungguh tersiksa, di setiap pagi ku tanya pada Ayah.
“Yah.. kapan ibu pulang? Sudahkah ibu menemukan kehidupan yang ia mau? Yah.. aku rindu Ibu.. aku butuh Ibu”. Ayah memandangku sendu dan terkadang Ayah menjawab
“Ibu pasti pulang, sabar ya.. “. Aku tahu setelah umurku yang sudah bisa dibilang dewasa ini, aku mengerti bahwa menjadi Ayah pun tak mudah. Aku tahu ayah pun rindu Ibu bahkan ayah tak henti-hentinya menyalahkan dirinya yang membiarkan Ibu pergi karena Ayah tak mampu memberikan kebahagiaan yang Ibu mau. Maka sejak saat itu aku tak pernah mau lagi menambah beban Ayah dengan pertanyaan yang tak pasti jawabannya.

********
Di Sekolah
Bunda.. engkaulah muara kasih dan sayang apapun akan kau lakukan untuk anakmu yang tersayang.. “. Sambil menulis catatan fisika aku menyanyikan lagu Evi Sukaesih yang berjudul Muara Kasih.
“Kayla suara kamu bagus deh, coba dong nyanyi lagi enak banget didengarnya,” ujar teman sebangkuku Ria.
“Ah masa iya Ria? hmm engga lah aku malu,” kataku tersipu malu.
“Heh Kayla.. kamu kalau punya bakat jangan dipendam. Seharusnya kamu harus semakin mengembangkan bakat nyanyimu itu. Bagaimana kalau kamu ikut audisi Teen Idol, aku yakin kamu punya potensi untuk menang. Dapat masuk Tv dan dikenal oleh banyak orang. Ayo dong Kayla kamu coba daftar dan ikut audisi, kan tidak ada salahnya mencoba,” kata Ria dengan penuh semangat.
“Kalau aku terkenal dan masuk Tv, Ibu pasti liat aku, Ibu pasti bangga,” lamunku
“Hey Kayla.. malah bengong, bagaimana menurut kamu?  sore ini aku temani kamu deh, ayo dong mau kan? Kan kalo kamu terkenal aku juga bisa ikutan terkenal tuh.. hehehe”.
“Eh..hemm iya Ria, aku mau. Semoga aku bisa ya..”
        Matahari menggantung di ujung barat, tinggal sisa-sisa mega membentang mewarnai langit senja. Aku dan Ria baru saja pulang dari tempat audisi dilaksanakan, aku lulus audisi pertama dan masuk ke babak selanjutnya. Tak lepas bibir ini dari senyuman merekah dan ucapan syukur karna aku tahu sebentar lagi aku akan menemukan lagi kebahagiaanku. Ibu aku akan membuat keadaan ini menjadi lebih baik, aku harap ibu kembali.
       Berbagai audisi telah aku lewati, aku masuk ke 3 besar setelah beberapa peserta mampu kukalahkan. Malam ini, malam penentuanku. Aku akan bernyanyi lagu tentang Bunda yang ku persembahkan untuk Ibu.
“Baiklah pemirsa.. inilah Kayla Rahmania yang akan membawakan lagu Muara kasih dari Evi Sukaesih”
         Bait demi bait lagu itu ku lantunkan dan tanpa sadar air mata ini tak dapat ku tahan lagi, sangat ku hayati lagu ini mencurahkan segenap perasaanku untuk Ibu. Audience pun ikut menangis saat aku menyanyikan lagu itu. Dalam harap aku berdo’a semoga Ibu melihatku malam ini, membuat ibu bangga dan kembali pada kami. Setelah lagu selesai kunyanyikan tepuk tangan sangat gemuruh dari audience membuatku lega, ah rasanya tak menyangka bisa berdiri dan menyanyi di depan ribuan orang seperti ini. Ini bukan mimpi ini nyata.
“Kayla sungguh luar biasa! hmm saya ikut menangis saat kamu bernyanyi. Apakah ada sesuatu dibalik lagu tersebut sehingga membuat kamu pun menangis? Tanya host kepadaku.
“lagu ini untuk Ibu, semoga Ibu dengar, semoga Ibu nonton Kayla dan semoga Ibu bangga sama kayla. Kayla rindu Ibu”.
“Maaf Kayla, saya yakin Ibu anda sekarang bangga melihat Kayla berdiri disini menjadi 3 besar Teen Idol. Kayla kami sudah tahu sedikit tentang kisah Anda. Jika Ibumu melihat kamu sekarang apa yang ingin kamu katakan pada Ibu?”
“Ibu kembali bersama kami bu.. ayah pun merindukan Ibu. Sekarang keadaan sudah membaik, nasib kita tak lagi seperti dulu. Maka kembalilah bu, aku rindu Ibu”. Tak tahan aku menahan tangisku, sehingga aku menangis sejadi-jadinya. Audience pun ikut menangis melihatku.
“Kayla.. lihatlah kebelakang, siapakah yang ada di sana?” ujar host dengan suara teduh, menggetarkan hatiku.
Ibu .. benarkah itu Ibu? Ya Allah itu Ibu.. mimpikah aku.. ibu kembali. Jeritku dalam hati
“Ibuuuu… !! jeritku. Saat itu kupeluk erat tubuh yang tak lagi kencang itu, aku menangis terharu bahagia dipundaknya.
        Ternyata tim Teen Idol mencari tahu keberadaan Ibu, ternyata Ibu hidup sebatangkara di desa terpencil, Ibu terlalu takut dan malu untuk kembali kepada kami. Ibu merasa berdosa telah meninggalkan aku dan Ayah demi mencari kebahagiaan yang sempurna, kecukupan ekonomi dan lain-lain. Tapi kenyataannya hidup Ibu makin susah, Ibu pun merasa malu dan takut untuk kembali, sehingga Tim Teen Idol membawa Ibu kepadaku lagi. Mewujudkan mimpiku untuk kembali bersama Ibu.
          Sejahat apapun Ibu, Dia tetaplah wanita terhebaatku. Takkan kubiarkan Ibu pergi lagi, karena saatnya aku yang memberian kebahagiaan untuknya.
Ibu.. aku tak pernah benci, sampai detik ini kau masih wanita terhebatku.

Penulis adalah santriwati kelas 6 Ponpes Manahijussadat


Hebat Berawal dari Berani

Hebat Berawal Dari Berani
Oleh Chantika Dwi Erawati


    Yang saya ingin bahas dalam tulisan ini ialah mengenai keberanian. Semua orang harus mempunyai rasa berani dalam hidupnya. Apalagi seorang santri yang akan berperan penting di kalangan masyarakat nantinya.
   Beruntunglah kita dianugerahi sebagai seorang santri, yang sudah mempersiapkan diri untuk meraih masa depan yang cerah. Tapi, semua bergantung dari keberanian. Jika seseorang sudah merasakan sulitnya menjalani hidup hingga ia menjadi orang yang hebat saat ini, apakah  di masa depan akan menjadi hebat pula, jika tidak memiliki rasa keberanian?
   Rasa berani tidak akan timbul jika kita tak mau memaksanya untuk keluar. Contohnya seperti yang ada di pondok pesantren yaitu terdapat kegiatan berpidato, yang biasanya dilakukan tiga kali dalam seminggu. Setiap santri harus menyampaikan khutbah di depan banyak orang. Menurut saya ini sangatlah luar biasa. Apalagi ada yang menyampaikan pidato menggunakan bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Itu mantap sekali..! Saya yakin di kalangan masyarakat pada umumnya jarang sekali bahkan tidak ada seorang remaja yang bisa dan berani menyampaikan pidato di depan orang banyak.
   Nah, untuk para santri ini merupakan salah satu nilai plus untuk kalian dan kalian termasuk remaja yang hebat. Sayang sekali apabila rasa malu menutupi kehebatan yang kalian punya. Ayo tunjukkan kehebatanmu, tunjukkan aksimu. Jangan pernah malu atas apa yang ada pada diri kalian, jangan pernah merasa kalau kalian tidak bisa apa-apa. Ingat! setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dan tak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah semata. Tapi, dengan kalian memiliki kelebihan maka kalian dapat menunjukkan kepada semua orang bahwa kalian itu hebat.
    Memang, kebanyakan santri ketika masa liburan atau setelah lulus pondok pesantren menjadi orang pendiam, mereka beralasan ingin ada perubahan ketika sudah tidak di pondok. Tapi, alangkah baiknya jika seorang santri memberanikan diri untuk bicara di depan umum, menyampaikan pidato, bahkan mengajarkan kembali apa yang pernah di pelajari selama di pondok. Itu akan lebih bermanfaat untuk orang lain dan insya Allah ilmu-ilmu yang telah kita amalkan akan bermanfaat pula untuk diri sendiri. Amin.
     Teringat ketika seorang Ustadz bercerita tentang masa lalunya di pondok pesantren. Beliau termasuk orang yang biasa-biasa saja, tidak pernah menjadi juara kelas. Namun, yang saya lihat saat ini beliau adalah orang yang sangat hebat, sangat disegani, dan  mampu mendirikan Pondok pesantren. Semua itu karena terdapat keberanian dan rasa percaya diri yang telah tertanam dalam diri Beliau. Sehingga selalu bersungguh- sungguh dalam  meraih apa yang diinginkan. Beliau adalah  Drs. KH. Sulaiman Effendi, M.Pd.I pengasuh Ponpes Manahijussadat Cibadak Kab. Lebak.
     Maka dari itu tanamkanlah keberanian dalam dirimu agar kamu menjadi orang hebat.

Penulis adalah santriwati kelas 5 IIS Pontren Manahijussadat Cibadak Lebak.



Berdakwah Melalui Seni

Berdakwah Melalui Seni
Masendi
(Santri kelas 5 Pontren Manahijussadat)

Seni itu indah, tanpa seni hidup tak berwarna. Demikian hal itu diungkapkan Masendi kepada Majalah Sabrina saat ditanya apa alasannya menyukai bidang seni. Menurut santri asal Tangerang Banten, beragam kesenian di Ponpes Manahijussadat seperti seni teater, lukis, kaligrafi, marawis, marching band hingga seni qiro’atul qur’an menjadi sarana pengembangan minat dan bakat santri.  
 Santri yang kini duduk di kelas 5 MIA-1 MA Manahijussadat Pondok Pesantren Manahijussadat ini adalah salah satu santri yang bertalenta di bidang seni lukis dan qiro'ah. Remaja kelahiran 22 Maret 2001 ini kerapkali didaulat menjadi qori di setiap acara yang digelar di Ponpes Manahijussadat. Selain berbakat melantunkan ayat suci Alqur’an, putra pasangan dari Bapak Mansur dan Ibu Masianah ini juga aktif di bidang Kepramukaan.
Masendi mengaku bakat seni yang ditekuninya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan berbagai talenta yang dimilikinya Masendi berharap dapat bermanfaat bagi orang banyak. “Saya ingin menjadi seniman dan kiyai agar saya dapat berdakwah melalui seni,” ujarnya.
Pria multi talenta ini berharap siapa pun yang ingin mengembangkan kemampuan dan bakat agar tekun berlatih dan pantang putus asa. “Berkaryalah semampumu dan sebisamu, karena siapa yang  mendalaminya pasti akan memiliki karya yang indah” katanya.

PRESTASI MASENDI
1. Juara 1 Hasta Karya di Ponpes Al Mizan
2. Juara 1 Hasta Karya di Ponpes Darussa’dah
3. Juara 1 Melukis di  Ponpes La Tansa
4. Juara 1 Adzan di Ponpes Al Mizan
5. Juara 1 Qori di Ponpes Al Mizan
6. Juara 2 Kaligrafi di Ponpes Al Bayan
7. Juara 2 Kaligrafi di Ponpes La Tansa
8. Pernah mengikuti lomba MSQ se-Kabupaten  Lebak Mewakili Kafilah Kecamatan Cibadak Lebak
9. Pernah mengikuti O2SN di bidang CERGAM (Cerita Bergambar) ketika duduk di     bangku SD


 









Tuesday, August 22, 2017

MUHASABAH

Renungan dan Hikmah
di Balik Ujian Sakit
Oleh Ustadzah Intan Novi Yanti, S.Psi, M.Si 
(Pengajar/Pendidik di Pontren Manahijussadat Cibadak Lebak - Banten)

Dunia tiba-tiba terasa seperti berhenti berputar ketika dokter mengatakan, “Ibu mengalami kelainan detak jantung dan juga pembengkakan jantung”. Penyakit jantung itu adalah penyakit yang sangat menakutkan semua manusia di dunia ini, karena penyakit itu dapat mematikan hanya dalam hitungan detik dan sekarang penyakit itu ada di tubuhku. Ya Allah! Aku bersimpuh! meminta, memohon dan meratap! Berikanlah kesembuhan! Bebaskanlah! Angkatlah penyakit ini dari tubuhku!.
     Sesak napasku seiring detak jantungku yang berdebar sangat kencang, bayangan kematian seolah nyata di depan mata. Bagaimana Ibuku, suamiku, anak-anakku, dan murid-muridku tanpa aku?. Airmata dan do’a mereka seolah menjadi semangat, semua obat dokter, herbal dan terapi menjadi menu pokok harianku, tetapi semua akan sia-sia tanpa memohon kepada Allah SWT karena bukan dokter dan obat yang dapat menyembuhkan dan menyehatkan, hanya atas izin Allah SWT manusia bisa sembuh dan sehat kembali. Tetapi kadang kala manusia lebih percaya kepada dokter dan obat-obatan serta melupakan Allah. Mereka kufur nikmat padahal Allah memberikan kenikmatan hidup dan bernapas tanpa pernah meminta bayaran. Bayangkan di ruang ICU berapa yang harus dibayarkan pada saat harus bernafas dengan alat bantu.
     Allah SWT mentakdirkan manusia untuk sakit, semua manusia di dunia ini pasti pernah mengalami sakit tetapi Allah SWT pasti menyimpan hikmah yang sangat berharga di balik sakit yang kita alami. Oleh karena itu sebaiknya kita ikhlas dan bersabar menghadapinya. Karena sakit itu adalah dzikrullah (pengingat Allah), istighfar (memohon ampunan), muhasabah (perenungan diri), ilmu (pengetahuan), nasihat (pengingat diri), silaturahim (persaudaraan), penggugur dosa, peningkatan kualitas ibadah, perbaikan akhlak dan pengingat kematian.

     Alhamdulillah Ya Allah! Sujud syukur aku panjatkan hanya kepada-Mu! Rasa bahagia tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata hanya deraian airmata kebahagiaan ketika dokter mengatakan, “Selamat! Ibu bebas dari penyakit jantung”. Ini bukan akhir tetapi ini awal dari perubahan pola hidup, aku harus merubah semuanya terutama pola ibadahku menjadi lebih banyak dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aku yakin keajaiban ini datang karena ketika aku sakit, aku lebih sering datang dan bermunajat kepadamu Ya Allah!. Ampuni aku! Ya Allah! terimalah amal ibadahku sebagai penebus dosa-dosaku! Bimbinglah aku agar aku tetap istiqomah berada di jalanmu! Aamiin.

Cerpen

PELANGI DI ATAS
KUBAH AT-TA’AWUN
Oleh Subkhan Rois

Ujian Akhir Nasional tahun ini telah berlalu beberapa hari yang lalu. Pak Surya merasa sedikit lega setelah anaknya sudah menyelesaikan ujian akhir nasional itu dengan lancar. Meskipun belum mengetahui hasilnya, namun perasaan lega sudah menyelimuti hati lelaki paroh baya ini. Ini mungkin sudah tak aneh lagi, jika ujian Akhir Nasional itu selalu menjadi momok bagi orang tua, guru, bahkan murid itu sendiri. Karena hasil ujian inilah nantinya yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan murid yang bersangkutan.
Setelah selesai melaksanakan ujian nasional, masih banyak waktu yang dimiliki ketika menunggu hasil pengumuman. Para siswa masih banyak memiliki waktu luang yang tersisa. Meskipun sekolahnya tidak libur total, namun sudah tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Jadi meskipun setiap hari masih berangkat ke sekolah, namun sebenarnya hanya untuk setor muka saja. Dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh Pak Surya untuk membicarakan kelanjutan sekolah anaknya itu.
Sejak semula Pak Surya sudah punya keinginan untuk memasukan anaknya ke Pondok Pesantren moderen. Hal ini dilatarbelakangi karena di lembaga pendidikan ini selain mengajarkan ilmu-ilmu umum, sekaligus juga mengajarkan ilmu agama secara mendalam. Pak Surya berharap anaknya kelak, akan menjadi anak yang pandai mengaji, bisa berbahasa Arab, sekaligus menjadi anak yang memiliki sikap dan tingkah laku yang terpuji layaknya seorang santri.   
Niat Pak Surya itu ibarat gayung bersambut. Ketika dia menyampaikan niatnya itu kepada anaknya, ternyata anaknya pun menyambutnya dengan senang hati. Maka Pak Surya lantas mengajak anaknya itu melakukan survey ke beberapa Pondok pesantren yang ada di daerah Rangkasbitung. Ternyata cukup banyak pondok pesantren yang ada di daerah ini. Pak Surya dan anaknya itu pun mulai mendatangi pondok pesantren itu satu persatu untuk mencari informasi. Dan setelah cukup puas berkeliling, akhirnya pilihanya jatuh pada sebuah pondok pesantren moderen yang berada di daerah Cibadak.   
  Pondok pesantren ini meskipun terlihat sederhana, namun terbilang cukup bagus kurikulum pengajaranya, termasuk kegiatan extrakurikulernya. Karena pondok ini sudah dilengkapi dengan marching band, klub futsal, sepakbola, silat, takraw, pramuka, marawis, bahkan tahfiz quran pun sudah ada di agenda kegiatanya. Selain itu masih banyak kegiatan lain yang bisa diikuti oleh para santri.
Pondok pesantren ini lokasinya berada tepat di belakang sebuah perkampungan yang di kelilingi oleh kebun aneka tanaman buah yang ditumbuhi oleh semak belukar di bawahnya. Jalan yang dilalui untuk menuju ke lokasi pondok itu, masih berupa jalan kampung yang sempit dan hanya muat untuk satu mobil saja. Di kiri kanan jalan masih terlihat kebun-kebun kosong serta hamparan sawah yang luas. Sepintas kesanya memang masih sangat pelosok. Maka tak heran jika Pak Surya masih sedikit merasa ragu di dalam hatinya. “Apa tidak salah jauh-jauh dari kota, malah ingin menyekolahkan anaknya di tempat pelosok kampung seperti ini ?”.  
Perasaan seperti ini bisa jadi bukan hanya Pak Surya saja yang merasakanya, akan tetapi banyak para orang tua lainya yang mungkin merasakanya juga. Namun dengan penuh keyakinan dan penuh kepercayaan terhadap pondok, akhirnya Pak Surya pun berusaha meyakinkan dirinya dengan pilihannya itu.
Saat memasuki gerbang Pondok pesantren, Pak Surya langsung dihadapkan dengan sebuah pemandangan yang berbeda. Tampak sebuah hamparan tanah kosong yang sudah disulap menjadi lapangan bola. Di sekitar lapangan itu sudah berdiri beberapa bangunan gedung permanen dan semi permanen, serta bangunan masjid yang terlihat kokoh. Tak jauh dari lapangan itu juga terdapat saung-saung bambu yang mengelilingi sebuah kolam ikan.
Saung-saung ini memang sengaja disediakan oleh Pondok pesantren sebagai tempat untuk bertemu antara orang tua dengan para santri. Setiap hari Jumat saung-saung pasti selalu penuh oleh orang tua santri yang sedang bercengkerama dengan putra putrinya. Mereka nampak berbaur menjadi satu tanpa membedakan angkatan. Ada yang sudah betahun-tahun anaknya belajar di pondok ini, namun ada pula yang baru masuk. Mereka tampak berbaur akrab dan rukun sekali.
Meskipun sudah berbaur, namun sebenarnya ada kebiasaan yang menandai antara santri yang sudah senior dengan yang baru masuk pondok.  Yaitu ketika sedang berkumpul dengan orang tuanya, jika para santri itu bisa tertawa dan becanda riang dengan keluarganya, maka biasanya itu adalah santri yang sudah senior. Tetapi jika kebersamaan mereka itu masih terlihat ada tangis dan cucuarn air mata dari para santri, biasanya itu adalah santri yang baru masuk pondok.
Setelah selesai mengurus administrasi, Pak Surya lantas ikut mengantarkan anaknya ke ruangan asrama bersama seorang pengurus. Saat melewati sebuah ruangan asrama yang sudah lama, tiba-tiba degg..!. Astagfirullohaladzim....Pak Surya melihat sebuah ruangan yang pengap, penuh dengan lemari kayu reyot, lantai kotor dan berdebu yang bercampur dengan buku-buku bekas yang berantakan serta sajadah bekas dan kasur usang yang numpuk di pojok ruangan. Dinding tembok pun nampak sudah kusam warna catnya. Dengan beberapa bagian  plafon yang sudah lepas dan menghitam tripleksnya karena bekas bocor saat hujan. Lampu penerangan yang digunakan pun hanya lampu neon beberapa watt yang temaram. Seakan menambah suasana kamar itu menjadi semakin suram. Sungguh tak terbayangkan jika datang musim hujan, seperti apa penderitaan yang bakal dialami oleh anaknya kelak.
Rasanya sungguh tak tega jika tempat seperti ini nantinya akan menjadi tempat tinggal sehari-hari bagi anaknya setelah menjadi santri kelak. Pak Surya pun hanya bisa mengeluh di dalam hatinya. Namun beruntung karena kamar ini bukan kamar asrama untuk anaknya.
Pak Surya bersama pengurus itu pun lantas berjalan menuju sebuah gedung yang masih bagus. Rupanya gedung ini yang dipergunakan untuk asrama santri baru. Ruanganya terlihat cukup bersih dan lebih rapi. Lantainya masih bersih karena keramiknya baru. Meskipun terlihat agak berantakan, akan tetapi jika di rapikan lagi lemari dan barang-barang yang sudah tak layak itu dibuang, maka pasti kelihatan bersih dan rapi. Ruangan ini lumayan bagus untuk ukuran sebuah asrama santri.
Namun Pak Surya kembali berpikir untuk meyakinkan dirinya, bahwa keputusanya memasukan anaknya ke pondok pesantren ini adalah sebuah pilihan yang tepat. Apalagi mengingat kondisi anaknya yang punya penyakit asma. Penyakit yang sangat sensitif terhadap debu, makanan yang mengandung pemanis buatan, cuaca dingin, maupun kegiatan yang membuatnya kecapekan. Apalagi jika melihat jadwal kegiatan pondok yang padat seperti itu, kemungkinan besar asmanya akan kambuh setiap saat. Lantas siapa nanti yang akan mengurusnya ?.
Setelah selesai mengantarkan anaknya ke asrama putra, lantas Pak Surya menuju ke bagian administrasi untuk menanyakan biaya bulanan, biaya buku pelajaran dan biaya lain-lainya. Setelah dihitung-hitung ternyata lumayan besar juga pengeluaranya dalam sebulan. Belum lagi jika ditambah setiap seminggu sekali harus menjenguk, bisa-bisa lebih banyak lagi pengeluaran untuk hal yang tidak terduga. Namun semua pengeluaran biaya itu sebenarnya tidak akan berarti jika dibandingkan dengan ilmu dan kepribadian yang akan diperoleh anaknya kelak.
 Karena Pondok pesantren ini memiliki kurikulum pengajaran dan tehnik pendidikan yang sangat luar biasa. Karena selain memiliki materi pelajaran umum setaraf kurikulum sekolah negeri pada umumnya, Pondok ini juga mengajarkan kurikulum pelajaran agama yang mendalam. Seperti ilmu fikih, nahwu, sorof, hadist, tafsir Quran, kitab kuning dan lain sebagainya. Dan yang paling menonjol adalah pengajaran bahasa Arab dan bahasa inggris yang diberikan. Karena selain diajarkan secara teori, juga harus dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan Pondok. Sehingga santri akan menjadi mahir menggunakan bahasa itu. Dan jika ketahauan tidak menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris yang telah dijadwalkan, maka santri itu bisa dikenakan hukuman. Maka tak heran jika para santri itu sangat fasih menggunakan bahasa Arab saat berbicara dengan sesama santri maupun dengan ustaznya.
Hati Pak Surya pun kini semakin mantap setelah menyelesaikan semua administrasi. Namun sekali lagi beliau mencoba bertanya kepada anaknya. Apakah masih sanggup masuk pondok dengan kegiatan dan peraturan yang ketat seperti ini ?. Namun jawaban anaknya masih tetap sama. Mendengar kemauan anaknya itu, Pak Surya pun menjadi terenyuh hatinya. Dia yakin sebenarnya anaknya ini hanya memaksakan dirinya saja, demi menyenangkan hati orang tuanya. Karena dia sendiri sebenarnya juga tidak yakin dengan kemampuanya menghadapi tantangan berat selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di Pondok pesantren ini.
Sedangkan bagi Pak Surya sendiri, sebenarnya ini bukanlah perkara yang mudah. Artinya setelah memasukan anaknya ke Pondok Pesantren kemudian membayar biaya bulanan dan memberi uang saku, terus selesai begitu saja urusanya. Tidak. Justru dirinya dituntut lebih banyak mencurahkan perhatianya. Harus bisa memberikan motivasi saat anaknya menghadapi kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar atau ketika menghadapi masalah dengan teman satu asrama yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Apapun alasanya bagian ini tetap merupakan tugas orang tua, agar anaknya betah dan mampu bertahan di Pondok pesantren sampai selesai. Pak Surya pun sudah paham betul dengan tugas ini.
Setelah selesai membereskan semua administrasi dan membereskan perbekalan, akhirnya Pak Surya pun berpamitan kepada anaknya. Sebelum berpisah, Pak Surya memeluk anaknya itu begitu erat. Bahkan seperti tak ingin melepaskan pelukanya. Anaknya terlihat begitu pasrah di dalam rengkuhan bapaknya itu. Tanpa sadar air matanya pun mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Pak Surya berusaha sekuat tenaga, menahan rasa haru yang mulai menggumpal di dalam dadanya. Rasanya seperti ingin meledak. Namun dia berusaha tidak menangis di depan anaknya.
Setelah cukup lama berpamitan, akhirnya Pak Surya melepaskan pelukanya dan menyuruh anaknya itu masuk ke asramanya. Tentu saja dengan beberapa nasihat supaya menjaga sikap dalam bergaul dengan teman-temanya nanti. Dan dengan perasaan hati yang berat, anaknya itu pun lantas meninggalkan bapaknya menuju ruang asrama. Pak Surya hanya tertegun, ketika memandang anaknya itu semakin jauh meninggalkanya. Rasanya seperti tak mampu bergerak sedikitpun. Pak Surya seperti tak ingin meninggalkan tempatnya berdiri sampai anaknya tak terlihat lagi. Dan tanpa dia sadari tiba-tiba air matanya meleleh membasahi kedua pipinya. Semakin lama air mata itu semakin deras membasahi kelopak matanya. Kini Pak Surya hanya bisa menangis tersedu-sedu seorang diri. Sambil berusaha menghapus air matanya, dia pun berusaha mengalihkan pandanganya ke arah kubah masjid yang berdiri kokoh di atas dataran yang lebih tinggi itu. Tiba-tiba Pak Surya merasa sangat takjub ketika melihat ada sebuah pelangi yang sangat indah di atas kubah masjid itu. Entah dari mana datangnya. Padahal cuaca sangat terang, tanpa ada gerimis atau pun hujan.
 Setelah melewati minggu pertama, Pak Surya kembali mengunjungi anaknya di Pondok pesantren. Sengaja dia memilih berkunjung pada hari Jumat. Karena hari jumat adalah hari libur, sehingga para wali bisa mengunjungi anaknya dengan leluasa. Hatinya merasa sangat senang sekali, sekaligus bangga ketika bertemu dengan pelita hatinya ini. Meskipun baru seminggu di pondok pesantren, namun penampilan anaknya sudah berubah total. Terlihat sopan sekali dengan kemeja koko lengan panjang, yang dipadu dengan celana hitam serta sebuah songkok hitam yang dikenakanya. Penampilanya sudah mirip dengan santri senior. Inilah hasil didikan Pondok itu.
Kali ini Pak Surya lebih banyak meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita anaknya selama seminggu di Pondok pesantren. Pak Surya merasa sangat kagum ketika melihat anaknya semangat sekali menceritakan jadwal kegiatanya. Subuh sudah harus bangun dan harus sholat berjamaah ke masjid, setelah itu sarapan dan belajar sampai dhuhur. Kemudian berjamaah sholat dhuhur di masjid. Kemudian dilanjutkan belajar agama sampai ashar. Kemudian melakukan sholat ashar berjamaah di masjid, begitu juga maghrib dan isyak. Seluruh rangkaian kegiatan itu akan selesai jam sepuluh malam. Setelah itu Santri baru boleh istirahat tidur. Sungguh bangga sekali Pak Surya ketika melihat ketegaran hati anaknya ini. Rasanya seperti tidak percaya.
Setelah puas mendengarkan cerita anaknya dan memberikan nasehat-nasehatnya, Pak Surya pun segera pamit. Sebelum pergi Pak Surya kembali memeluk anaknya dengan erat. Suasana pun berubah menjadi haru. Supaya tidak larut dalam perasaan sedih akhirnya Pak Surya melepaskan pelukanya dan menyuruh anaknya masuk ke ruang asramanya. Pak Surya kembali tertegun ketika menyaksikan anaknya itu semakin jauh meninggalkan dirinya. Tanpa terasa air matanya pun kembali meleleh membasahi kedua pipinya. Pak Surya mencoba menghapus air matanya  itu, namun bukanya berhenti tetapi malah semakin deras membasahi kelopak matanya. Merasa tak kuat menahan tangisnya, Pak Surya pun mencoba mengalihkan pandanganya ke arah kubah masjid yang berdiri kokoh di ujung lapangan. Tiba-tiba Pak Surya terhenyak kaget ketika lagi-lagi menyaksikan ada sebuah pelangi yang sangat indah di atas kubah masjid itu. Padahal cuacanya sangat cerah. Tidak ada gerimis dan tidak ada hujan. Lantas dari mana asal pelangi itu ?.
Hari telah berganti hari, bulan pun telah berlalu. Tanpa terasa waktu terus berputar dengan begitu cepatnya. Tanpa sadar, anaknya kini sudah setahun berada di pondok pesantren. Sebagai hadiah atas kenaikan kelas anaknya, Pak Surya sengaja membelikan anaknya sebuah handphone baru dengan merek terkenal. Tujuanya adalah untuk memberikan semangat kepada anaknya ini. Meskipun handphone itu sebenarnya tidak boleh di bawa anaknya selama di Pondok, namun saat kunjungan seperti ini, handphone itu bisa dipakai oleh anaknya. Tapi setelah selesai kunjungan, handphone itu harus kembali di bawa pulang. Begitulah peraturanya. Jika santri ketahuan membawa handphone atau musik player selama belajar di pondok, maka santri itu akan dihukum sesuai peraturan. Biasanya setelah shalat berjamaah, santri itu disuruh berdiri di depan masjid dan disuruh menghancurkan sendiri handphonenya itu. Hal ini untuk memberi pelajaran kepada santri yang lainya supaya tidak ada yang coba-coba melanggar peraturan. Itulah hukuman ala santri. Sebenarnya masih banyak jenis hukuman yang lain, seperti dibotak kepalanya, jika kabur. Dijemur jika tidak sholat berjamaah. Disuruh kerja bakti jika tidak menggunakan bahasa arab atau inggris dalam percakapan, dan masih banyak lagi yang lainya. Intinya adalah semua hukuman itu untuk membuat santri menjadi pintar dan disiplin. Jadi orang tua sebenarnya tidak perlu panas kupingya jika mendengar anaknya melapor mendapat hukuman. Bahkan jika kesalahan yang dibuat santri itu sudah cukup parah, maka tak segan-segan pula santri itu akan dikeluarkan oleh pondok.
Pada tahun kedua ini Pak Surya terlihat sudah semakin tegar hatinya. Meskipun masih seminggu sekali mengunjungi anaknya, namun sudah jarang sekali dia bercucura air mata ketika berpisah dengan anaknya itu. Sehingga ketika dia memandang ke arah kubah masjid, dia sudah tidak melihat lagi ada pelangi di atas kubah masjid itu.    
Kini Pak Surya sudah terbiasa ketika mendengar anaknya menceritakan model pendidikan yang diterapkan di Pondok. Hatinya sudah merasa lebih kuat ketika mendengar anaknya cuma mendapatkan pelayanan sekedarnya sesuai dengan standard Pondok. Pondok menganggap semua santri itu adalah sama tanpa membedakan latar belakang, suku, anak orang kaya atau keluarga pas-pasan. Semuanya mendapatkan pelayanan dan perlakuan yang sama. Semua santri diwajibkan mengikuti kegiatan yang sudah di jadwalkan. Dan harus bersedia menerima hukuman jika melakukan kesalahan. Waktu tidur pun dibatasi hanya enam jam dalam sehari, yaitu dari pukul sepuluh malam sampai jam empat pagi. Setiap hari Santri harus siap melakukan sholat berjamaah di masjid. Jika melanggar santri akan diberi hukuman.
Pak Surya kini merasa sangat bangga ketika melihat anaknya itu sudah bisa berbahasa arab dengan lancar, bisa mengaji Al Quran dengan benar, dan sangat santun dalam bersikap. Tak disangka ketika melihat kondisi anaknya dulu yang ringkih dan memiliki penyakit asma itu, kini sudah tumbuh menjadi remaja yang tangguh hatinya dan berbudi pekerti yang luhur. Pak Surya lantas mengucap puji syukur kehadirat Allah swt atas karunia ini. “Terimakasih ya Allah...!. Ternyata ini bukan sebuah pilihan yang salah, ketika memasukan anaknya ke Pondok Pesantren ini !”. Kata Pak Surya menangis haru sambil mengusap kelopak matanya. Pak Surya pun lantas melihat kembali ke arah kubah masjid itu untuk membuktikan bahwa Pelangi itu masih ada di atas kubah masjid At-Taawun.


Cerpenis adalah wali santri tinggal di Tangerang