Tuesday, March 28, 2017

Ciri Guru Bertaqwa



Ciri Guru Bertaqwa
Ust. Yudi Nurhadi, S.Ag (Ustadz di Pondok Pesantren Modern Manahijussadat)



Lembaga pendidikan pondok pesantren, sangat ditentukan oleh kesungguhan para guru dalam mendidik santri-santrinya. Hasil dari pendidikan itu akan menjadi  investasi berharga bagi kehidupan para guru maupun  santri baik di dunia dan di akhirat. Demikian hal itu disampaikan pimpinan pondok KH Sulaiman Effendi dalam acara kumpul Kamisan di Masjid At-Ta’awun Ponpes Manahijussadat, Cibadak Lebak, beberapa waktu lalu.

KH Sulaiman mengatakan, mengingat pendidikan adalah proses pembentukan dan pengembangan kapasitas intelektual dan kejiwaan  sesuai dengan potensi setiap individu. Maka pendidikan dapat diibaratkan sebagai proses pertumbuhan tanaman yang membutuhkan lahan yang subur, bibit yang baik, perawatan yang teratur dan berkelanjutan.


“Pondok harus mampu memberikan suasana kondusif agar santri dapat bertumbuh kembang dengan baik dan guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator yang menumbuhkembangkan santri-santrinya,” katanya.

Karena itu, lanjut KH Sulaiman, peran guru sangat urgen dalam membina dan mengembangkan kualitas karakter santri.Para guru hendaknya membekali diri dengan keimanan dan ketakwaan. Syarat menjadi guru yang baik harus memiliki sifat takwa yang ciri-cirinya termaktub dalam Alquran surat Ali ‘Imran: 134-135.

Ciri guru yang bertakwa, pertama, gemar menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit. Infak dan sedekah guru dalam dunia pendidikan tidak serta merta harus berupa harta, tetapi tenaga, pikiran dan ketekunan mengajar, membimbing serta dapat menginspirasi santri-santrinya menjadi pribadi yang mandiri, berilmu pengetahuan, dan berakhlakul karimah.

Dalam keadaan susah maupun senang guru yang istiqomah nilai takwanya tidak akan surut menyedekahkan tenaga dan pikirannya untuk membimbing santri-santrinya. Saat guru merasa lelah berbuat kebaikan, renungkanlah kata-kata hikmah dari Khalifah Umar bin Khathab, “Bila kita merasa letih dengan kebaikan, sungguh keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Bila kita bersenang-senang dengan dosa, maka kesenangan itu akan hilang dan dosa yang akan kekal.”


Kedua, guru yang bertakwa yaitu yang sanggup menahan amarah. Dalam bertindak sejatinya guru mengendepankan kasih sayang dan kelembutan. Bila ada santri-santri yang melanggar disiplin, pemberian sanksi/hukuman selalu bernilai edukatif.

Ketiga, Guru yang bertakwa harus memiliki sifat pemaaf kepada siapapun, terlebih kepada murid-muridnya. Memaafkan kesalahan orang lain karena khilaf maupun sengaja adalah kemulian. Memaafkan orang yang meminta maaf menjadi salah satu tanda ketakwaan kita kepada Allah. Dengan memaafkan kesalahan murid, setidaknya guru telah memberikan teladan yang baik.

Keempat, ciri guru yang bertakwa yaitu selalu memohon ampuan Allah. Guru selalu menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang kerapkali khilaf dan  tidak terlepas dari dosa. Karena itu, bersegera beristigfar, memohon ampun kepada Allah adalah wasilah bertakarub kepada-Nya. Memohon ampun atas dirinya dan  atas kekhilafan murid-muridnya. Dengan memperbanyak istigfar menjadikan hati sang guru kian menyadari untuk tidak melakukan kesalahan serupa.

Terakhir, profesi guru baik dalam mendidik maupun mengajar semata-mata diniatkan sebagai amal saleh dan investasi di dunia maupun di akhirat. Yakinlah amal kebaikan kita selalu dilihat dan dinilai oleh Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah: 105).

DO'A DAN USAHA



DO’A DAN USAHA
Tajul Mu’arif (Penulis adalah kader Pontren Manahijussadat, saat ini sedang melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir).


2011, di tahun itulah saya pertama kalinya menginjakkan kaki di Pondok Pesantren Manahijussadat. Dengan segala rasa keterpaksaan saya mentaati titah dari orang tua, karena sesungguhnya saya masuk pesantren didasari oleh keinginan orang tua saya sendiri bukan karena keinginan pribadi.

Ketika awal masuk pesantren saya sangat menyadari bahwa saya banyak memilki kekurangan, bahkan kasur dan lemari saja saya belum memilikinya. Tapi saya hanya pasrah menjalani itu semua, karena saya percaya bahwa Allah akan selalu menolong hamba-Nya. Ditahun pertama saya ditempa dengan semua kegiatan pondok pesantren yang padat, dari mulai bangun dari tempat tidur sampai kembali ke tempat tidur lagi, semuanya tertata dan tertib.
Para dewan guru yang amat baik kepada saya dan teman-teman semua ketika saya masih baru, mereka selalu memberikan saya suntikan semangat, begitu pun kakak kelas saya, mereka tampak hebat nan wibawa, dan pada saat itulah saya mulai ingin menjadi seperti mereka. Kita semua di gembleng agar mau bicara berbahasa Arab dan Inggris dalam setiap pekannya, walaupun pada kenyataanya bahasa Arab lebih mengungguli dari pada bahasa Inggris bagi kalangan santri putra, tapi disitulah saya mulai menemukan kecintaan dan rasa ketertarikan kepada bahasa Arab.
Saya mulai menghafal banyak kosa kata dari dua bahasa asing tersebut, bahkan buku kosa kata kakak kelas saya saja saya salin dan saya hafalkan, karena di masa itulah saya merasakan ada sesuatu yang menaik saya untuk terjun kedalamnya. Kegiatan yang saya lakukan itu bukan hanya di dasari rasa suka kepada bahasa, tapi karena saya juga ingin menghilangkan rasa ketidak betahan saya yang kadang suka datang tiba-tiba.  


Saya sadari bahwa menjalani hidup di pesantren itu tidaklah mudah, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran setiap harinya. Kita bukan hanya berhadapan dengan pelajaran, tetapi juga tentang kehidupan, bagaimana hidup, berteman, menghargai sesama dan sebagainya,

Ada salah seorang ustadz yang mana Beliau ini begitu baik dan perhatian kepada saya, beliau pun sempat bercerita tentang Universitas yang ada di luar negeri. Maka mulai pada saat itulah saya tertarik untuk melanjutkan study saya di salah satu universitas di Madinah, saya meminta beliau untuk mencetak gambar universitas tersebut dan akhirnya saya mendapatkannya. Saya tempel gambar itu di pintu lemari bagian dalam sebelah kanan dan saya mulai menulis cita-cita dan keinginan saya di masa mendatang. Setelah saya menuliskan semua itu saya semakin sering berdoa dan berusaha lebih keras dari yang lainya.
Tak terasa Alhamdulillah tahun pertama dan kedua saya lewati dengan  penuh cerita dan kenangan indah. Saya sedikit banyaknya mengerti tentang apa itu pendidikan. Ketika saya di kelas 5 TMI, saya yang masuk pondok dari kelas 1 Extension (sederajat SMA) bersama teman yang lain akhirnya di pertemukan dengan teman-teman yang dari kelas 1 biasa (sederajat SMP). Di kelas 5 inilah kita mulai diberikan amanah untuk menjadi pengurus bagi para santri, karena Pak Kiyai sering bilang “jika kalian siap dipimpin, maka kalian pun harus siap memimpin”.  Itulah ucapan yang sering saya dengar, kita menjadi pengurus selama satu tahun, banyak kegiatan yang kita adakan, dan semua kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan skill dan pengembangan bakat mereka.
Setelah lengser dari kepengurusan kita pun naik ke tingkat akhir yaitu kelas enam, untuk menuju kelulusan itu sangatlah tidak mudah, banyak perjuangan, manis, pahit dan suka duka yang tidak bisa dilupakan, mulai dari hafalan, khutbah jumat, khutbah kemasyarakatan, amaliyah tadris dan dan di susul oleh ujian yang lain.

Alhamdulillah semua ujian bisa kita lewati semua, tapi cita-cita dan harapan saya di zaman dulu yang sempat saya abaikan kembali terngiang di otak. Karena sebenarnya saya tidak pernah mengabaikanya, saya selalu panjatkan doa disetiap saya selesai bermunajat kepada-Nya. Hingga akhirnya tiba masa kelulusan, di mana saya diwisuda.
Setelah diwisuda saya pun diminta oleh pondok untuk mengabdikan diri saya di sana, tapi takdir berkata lain, saya di bawah kendali Allah SWT dibawa ke Mesir yang terkenal dengan Al-Azhar dan piramidanya. Padahal bukan hanya itu saja yang menarik, masih lebih banyak lagi hal menarik dari selain itu.

Saya cuma bisa mengambil sebuah i’tibar bahwa doa dan usaha itu tidak akan menipu. Man Jadda Wajada. Saafir tajid iwadhon amman tufariquhu, wanshob fainna ladzidal ‘aisyi finnasab.



Monday, March 27, 2017

BERHARGANYA WAKTU



BERHARGANYA WAKTU
Ahmad Maki (Santri akhir kelas VI Pondok Pesantren Manahijussadat)


Dalam kehidupan ini tentu kita tidak terlepas dari yang namanya waktu. Kita harus menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Karena itu waktu begitu sangat berharga bagi kelangsungan hidup kita. Bagaimana cara menggunakan waktu agar berharga? Tentu tidak sulit dan juga tidak mudah cara menggunakannya. Tidak sedikit di antara kita yang bisa memanfaatkan waktu dengan baik, dan ada juga di antara kita yang meremehkannya.
Kita sebagai santri harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya yaitu dengan mengerjakan hal-hal positif, misalnya belajar sungguh-sungguh, banyak membaca dan menelaah ilmu. Gunakanlah waktu sebaik mungkin karena sang waktu terus bergulir seperti air yang mengalir yang tidak mungkin akan kembali lagi. Sebagaimana diungkapkan dalam al-mahfudzat, lan tarji’al ayamu lati madhot, tak akan kembali waktu yang telah berlalu.


Semestinya kita sadar bahwa sebagai santri harus memanfaatkan waktu sejak dini yaitu menabung ilmu sebanyak mungkin untuk masa depan kita sehingga kita dapat berkiprah bagi bangsa, Negara dan agama.
Kenapa kita harus memanfaatkan waktu dengan banyak belajar? Karena kita tahu Negara kita saat ini sedang "dijajah" oleh bangsa asing. Kita sejatinya yang harus berperan untuk menjadi tuan rumah di Negara kita sendiri. Kita tidak mau menjadi bangsa yang menjadi kuli di negerinya sendiri. Oleh karena itu, kita jangan bermalas-malas dan berleha-leha untuk memajukan bangsa kita yang sedang terpuruk ini.
Kita harus peduli dengan kondisi bangsa kita dengan cara meningkatkan kualitas belajar kita. Hendaknya kita jangan meremehkan dan menyia-nyiakan waktu untuk kemajuan masa depan kita. Mari kita jadikan waktu yang kita miliki diisi dengan sesuatu yang berharga. Sehingga kita sebagai santri mampu menjadi pemimpin negeri yang kita cintai ini. Semoga. (*)