DO’A DAN USAHA
Tajul Mu’arif
(Penulis adalah kader Pontren Manahijussadat,
saat ini sedang melanjutkan studinya di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir).
2011, di tahun itulah saya pertama kalinya menginjakkan
kaki di Pondok Pesantren Manahijussadat. Dengan segala rasa keterpaksaan saya
mentaati titah dari orang tua, karena sesungguhnya saya
masuk pesantren didasari oleh keinginan orang tua saya sendiri bukan karena
keinginan pribadi.
Ketika
awal masuk pesantren saya sangat menyadari bahwa saya banyak memilki
kekurangan, bahkan kasur dan lemari saja saya belum memilikinya.
Tapi saya hanya pasrah menjalani itu semua, karena saya percaya bahwa Allah
akan selalu menolong hamba-Nya. Ditahun pertama saya ditempa dengan semua
kegiatan pondok pesantren yang padat, dari mulai bangun dari tempat tidur sampai
kembali ke tempat tidur lagi, semuanya tertata dan tertib.
Para
dewan guru yang amat baik kepada saya dan teman-teman semua ketika saya masih
baru, mereka selalu memberikan saya “suntikan”
semangat, begitu pun kakak kelas saya, mereka tampak hebat nan wibawa, dan pada
saat itulah saya mulai ingin menjadi seperti mereka. Kita semua di gembleng
agar mau bicara berbahasa Arab dan Inggris dalam setiap pekannya, walaupun pada
kenyataanya bahasa Arab lebih mengungguli dari pada
bahasa Inggris bagi kalangan santri putra, tapi disitulah saya mulai menemukan
kecintaan dan rasa ketertarikan kepada bahasa Arab.
Saya
mulai menghafal banyak kosa kata dari dua bahasa asing tersebut, bahkan buku
kosa kata kakak kelas saya saja saya salin dan saya hafalkan, karena di masa
itulah saya merasakan ada sesuatu yang menaik saya untuk terjun kedalamnya.
Kegiatan yang saya lakukan itu bukan hanya di dasari rasa suka kepada bahasa,
tapi karena saya juga ingin menghilangkan rasa ketidak betahan
saya yang kadang suka datang tiba-tiba.
Saya
sadari bahwa menjalani hidup di pesantren itu tidaklah
mudah, dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran setiap harinya. Kita bukan hanya
berhadapan dengan pelajaran, tetapi juga tentang kehidupan, bagaimana hidup,
berteman, menghargai sesama dan sebagainya,
Ada
salah seorang ustadz yang mana Beliau ini begitu baik dan
perhatian kepada saya, beliau pun sempat bercerita tentang Universitas yang ada
di luar negeri. Maka mulai pada saat itulah saya tertarik untuk
melanjutkan study saya di salah satu universitas di Madinah, saya meminta
beliau untuk mencetak gambar universitas tersebut dan akhirnya saya mendapatkannya. Saya tempel gambar itu di pintu lemari bagian dalam sebelah kanan
dan saya mulai menulis cita-cita dan keinginan saya di masa mendatang. Setelah saya menuliskan semua itu saya semakin sering berdo’a
dan berusaha lebih keras dari yang lainya.
Tak
terasa Alhamdulillah tahun pertama dan kedua saya lewati dengan penuh cerita dan kenangan indah. Saya sedikit
banyaknya mengerti tentang apa itu pendidikan. Ketika saya di kelas 5 TMI, saya
yang masuk pondok dari kelas 1 Extension (sederajat
SMA) bersama teman yang lain akhirnya di pertemukan dengan teman-teman yang
dari kelas 1 biasa (sederajat SMP). Di kelas 5 inilah kita mulai diberikan
amanah untuk menjadi pengurus bagi para santri, karena Pak Kiyai sering bilang
“jika kalian siap dipimpin, maka kalian pun harus siap memimpin”. Itulah ucapan yang sering saya dengar, kita
menjadi pengurus selama satu tahun, banyak kegiatan yang kita adakan, dan semua
kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan skill dan pengembangan bakat mereka.
Setelah
lengser dari kepengurusan kita pun naik ke tingkat akhir yaitu kelas enam,
untuk menuju kelulusan itu sangatlah tidak mudah, banyak perjuangan, manis,
pahit dan suka duka yang tidak bisa dilupakan, mulai dari hafalan, khutbah
jumat, khutbah kemasyarakatan, amaliyah tadris dan dan di susul oleh ujian yang
lain.
Alhamdulillah
semua ujian bisa kita lewati semua, tapi cita-cita dan harapan saya di zaman dulu yang sempat saya abaikan kembali terngiang di otak.
Karena sebenarnya saya tidak pernah mengabaikanya, saya selalu panjatkan doa
disetiap saya selesai bermunajat kepada-Nya. Hingga akhirnya tiba masa
kelulusan, di mana saya diwisuda.
Setelah diwisuda
saya pun diminta oleh pondok untuk mengabdikan diri saya di sana, tapi takdir berkata lain, saya di bawah
kendali Allah SWT dibawa ke Mesir yang terkenal dengan Al-Azhar dan piramidanya. Padahal
bukan hanya itu saja yang menarik, masih lebih banyak lagi hal menarik dari
selain itu.
Saya
cuma bisa mengambil sebuah i’tibar bahwa do’a dan
usaha itu tidak akan menipu. Man
Jadda Wajada. Saafir tajid iwadhon amman tufariquhu, wanshob fainna ladzidal ‘aisyi finnasab.
No comments:
Post a Comment