Monday, August 14, 2017

Potensi Dai di Pesantren

Potensi Dai di Pesantren
Oleh  Yudi Nurhadi, S.Ag

Dalam rangka milad ke-20 tahun Pondok Pesantren Modern Manahijussadat menyelenggarakan lomba perkemahan pramuka tingkat penggalang dan penegak antarpondok pesantren modern se-Banten. Kegiatan selama 3 hari sejak Sabtu hingga Senin (25-27/2/2017) diikuti 20 pondok pesantren Modern dari berbagai Kabupaten/Kota.
Materi yang diperlombakan sangat beragam yang salah satunya lomba ceramah agama yang disampaikan dalam tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia). Kebetulan saat itu penulis didaulat menjadi juri lomba ceramah bahasa Indonesia. Antusiasme peserta sangat tinggi dengan lomba tersebut. Mengingat kegiatan pidato/ceramah atau di kalangan pesantren disebut muhadharah – kegiatan public speaking untuk melatih kemampuan santri melakukan komunikasi di depan umum dengan bahasa Arab, Inggris dan Indonesia – merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti para santri selama mondok di Pesantren.
    Saat kegiatan lomba berlangsung, hampir semua aksi dan penampilan peserta boleh dibilang keren. Meski tentu saja dalam setiap penyampaian materi ada kelemahan dan kekurangan itu selalu ada. Gaya ceramah dan metodologi penyampaian juga masih dijumpai meniru gaya-gaya Dai atau penceramah kondang. Misalnya ada peserta yang meniru 100 persen gaya KH Zainudin MZ, Ustaz Jefri Al-Bukhori atau Ustaz Nur Maulana yang popular dengan ungkapan jama’aah oh jama’aah.  Di sisi lain  sebagian para peserta juga  ada yang gugup dan pola penyampaian ceramahnya tampak masih dihapal alias tidak  menguasai materi.
Terlepas gaya siapapun yang ditiru, semua kreativitas para santri itu patut diapresiasi dan diacungi jempol. Karena perlu diingat bahwa memiliki kemampuan bicara di depan publik bukan perkara mudah. Seni berbicara, mengolah kata secara terstruktur tanpa teks membutuhkan kamahiran dan bakat. Selain dituntut menguasi panggung,  mereka para paserta itu harus mampu menguasi materi dakwah sehingga pesan-pesan dakwah bisa diterima publik.

Dalam pada itu sebagai pembekalan, saya sedikit paparkan tentang pengertian dakwah bahwa secara etimologi  kata dakwah berasal dari bahasa Arab  yaitu bentuk masdar dari kata da’a yadu’  yang artinya panggilan, seruan, doa ajakan, undangan, dan propaganda. Sementara secara terminologi pengertian dakwah banyak dikemukakan pleh para pakar dakwah di antaranya pendapat Endang Saefudin Anshori, MA mengatakan, bahwa dakwah adalah penjabaran, penerjamahan, dan pelaksanaan Islam dalam perikehidupan manusia (termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengethuan, kesenian kekeluargaan dan sebagainya}. Dakwah dalam arti luas adalah seluas kehidupan dan penghidupan itu sendiri (Endang Anshari, 1990).
Ada pun landasan dakwah tentunya banyak  bersumber dari Alquran dan Alhadis. Yang diantaranya termaktub dalam surat Al-Imran ayat 104, “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.
 Perintah dakwah juga tetulis dalam sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu Barang siapa dari kalian melihat sesuatu yang buruk, hendaklah dia mengubahnya dengan daya kekuatannya, apabila ia tidak mampu supaya ia menegur dengan lidahnya, dan apabila juga tidak mampu supaya hatinya teguh membenci perbuatan itu sebagai perbuatan yang buruk, dan itulah iman yang paling lemah.
Dalam praktinya dakwah bisa disampaikan dengan berbagai  media. Dakwah tidak semata-mata disampaikan lewat metode tatap muka atau ceramah. Namun dakwah bisa disampaikan melalui media bersifat auditif (seperti radio), visual (tertulis maupun tercetak), media audio visual (seperti video, televisi, film dan lainnya). Sarana dan media apa pun yang digunakan secara ideal harus seseuai dengan tujuan dakwah yaitu untuk menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan dari sisi tahapannya tujuan dakwah itu sendiri sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Maka, upaya menggali potensi para santri di bidang dakwah ini, perlu  pembinaan dari kalangan pondok pesantren agar potensi-potensi santri berkembang dan bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pembinaan dan pengkaderan para Dai di kalangan pondok pesantren semestinya dilakukan secara intensif. Pembekalan materi-materi dakwah serta metodologinya merupakan poin penting untuk melahirkan bibit unggul juru dakwah yang tidak saja bertalenta tapi juga menguasai ilmu agama yang mumpuni.
Proses pembinaan itu bisa dilakukan oleh pihak pesantren, misalnya dengan melibatkan para santri senior menjadi khotib Jumat. Pola pembinaan Dai seperti itu pernah dilakukan ponpes Manahijussadat hingga sekarang. Bukan hanya khotib Jumat, para santri (khususnya santri senior atau tingkat akhir) juga diwajibkan mengikuti praktik ceramah antara lain ceramah Isra Miraj, Maulid Nabi Muhammad SAW, peringatan nuzulul quran, Idul Adha, Idul Fitri,  khutbah nikah,   walimatul khitan, walimatu safar, walimatul hilm,  aqiqah, dan lainnya. Hal itu dilakukan sebagai sarana  para santri agar mereka bisa berdakwah saat berkiprah di masyarakat.
Sejatinya perlu pula ditanamkan kepada para santri bahwa menjadi Dai atau juru dakwah bukan profesi apalagi dijadikan sebagai mata pencaharian. Menjadi pendakwah atau Dai  merupakan panggilan Ilahi untuk menyampaikan kebenaran yang bersumber dari ajaran Islam yakni Alquran dan Alhadis dan menyeru kepada manusia untuk berbuat kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf,  dan melarang dari yang mungkar.

Kedua, selain upaya pembinaan oleh kalangan pondok pesantren, pelibatkan pemerintah seperti Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), atau lembaga terkait seperti Forum Silaurahim Pondok Pesantren (FSPP) dan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Provinsi Banten sebagai wadah pondok pesantren dirasa sangat tepat jika melakukan terobosan, misalnya, membuat suatu kegiatan pelatihan Dai untuk peningkatan kualitas santri di bidang dakwah. Selain pelatihan, tak kalah pentingnya jika FSPP/IKPM juga menggelar kegiatan Pemilihan Dai Antar Pesantren (Pildaptren) se-Banten.
‘Ala kuli hal potensi-potensi santri di pesantren tak boleh diabaikan. Kita membangun sinergi yang kokoh untuk menciptakan sumber daya santri yang militan dan  istiqomah membumikan pesan-pesan Ilahi dengan dakwah yang santun, elegan dan rahmatan lilalamin. Santri-santri yang memiliki talenta sebagai juru dakwah sejatinya kita arahkan dan bimbing agar dalam penyampaian dakwahnya benar-benar mampu mengajak manusia ke jalan Allah SWT dengan cara al-hikmah, al-maw’idhah al-hasanah (memberi nasehat, pengajaran dan keteladanan) dan al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan, yaitu bertukar pikiran dengan cara yang baik ( Q.S. an-Nahl/16 : 125). Semoga.
            
Penulis adalah Pengajar Ponpes Manahijussadat Cibadak Lebak

No comments:

Post a Comment