Potensi
Dai di Pesantren
Oleh Yudi Nurhadi, S.Ag
Dalam
rangka milad ke-20 tahun Pondok Pesantren Modern Manahijussadat menyelenggarakan
lomba perkemahan pramuka tingkat penggalang dan penegak antarpondok pesantren
modern se-Banten. Kegiatan selama 3 hari sejak Sabtu hingga Senin
(25-27/2/2017) diikuti 20 pondok pesantren Modern dari berbagai Kabupaten/Kota.
Materi
yang diperlombakan sangat beragam yang salah satunya lomba ceramah agama yang
disampaikan dalam tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia). Kebetulan saat itu
penulis didaulat menjadi juri lomba ceramah bahasa Indonesia. Antusiasme
peserta sangat tinggi dengan lomba tersebut. Mengingat kegiatan pidato/ceramah
atau di kalangan pesantren disebut muhadharah – kegiatan public
speaking untuk melatih kemampuan santri melakukan komunikasi di depan umum
dengan bahasa Arab, Inggris dan Indonesia – merupakan kegiatan wajib yang harus
diikuti para santri selama mondok di Pesantren.
Saat
kegiatan lomba berlangsung, hampir semua aksi dan penampilan peserta boleh
dibilang keren. Meski tentu saja dalam setiap penyampaian materi ada
kelemahan dan kekurangan itu selalu ada. Gaya ceramah dan metodologi
penyampaian juga masih dijumpai meniru gaya-gaya Dai atau penceramah kondang.
Misalnya ada peserta yang meniru 100 persen gaya KH Zainudin MZ, Ustaz Jefri
Al-Bukhori atau Ustaz Nur Maulana yang popular dengan ungkapan jama’aah oh jama’aah.
Di sisi lain sebagian para peserta juga ada yang gugup dan pola penyampaian
ceramahnya tampak masih dihapal alias tidak
menguasai materi.
Terlepas
gaya siapapun yang ditiru, semua kreativitas para santri itu patut diapresiasi
dan diacungi jempol. Karena perlu diingat bahwa memiliki kemampuan bicara di
depan publik bukan perkara mudah. Seni berbicara, mengolah kata secara
terstruktur tanpa teks membutuhkan kamahiran dan bakat. Selain dituntut
menguasi panggung, mereka para paserta
itu harus mampu menguasi materi dakwah sehingga pesan-pesan dakwah bisa
diterima publik.
Dalam
pada itu sebagai pembekalan, saya sedikit paparkan tentang pengertian dakwah
bahwa secara etimologi kata dakwah
berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk
masdar dari kata da’a yadu’ yang
artinya panggilan, seruan, doa ajakan, undangan, dan propaganda. Sementara
secara terminologi pengertian dakwah banyak dikemukakan pleh para pakar dakwah
di antaranya pendapat Endang Saefudin Anshori, MA mengatakan, bahwa dakwah
adalah penjabaran, penerjamahan, dan pelaksanaan Islam dalam perikehidupan
manusia (termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu
pengethuan, kesenian kekeluargaan dan sebagainya}. Dakwah dalam arti luas
adalah seluas kehidupan dan penghidupan itu sendiri (Endang Anshari, 1990).
Ada
pun landasan dakwah tentunya banyak
bersumber dari Alquran dan Alhadis. Yang diantaranya termaktub dalam
surat Al-Imran ayat 104, “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.
Perintah dakwah juga tetulis dalam sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, yaitu Barang siapa dari kalian
melihat sesuatu yang buruk, hendaklah dia mengubahnya dengan daya kekuatannya,
apabila ia tidak mampu supaya ia menegur dengan lidahnya, dan apabila juga tidak
mampu supaya hatinya teguh membenci perbuatan itu sebagai perbuatan yang buruk,
dan itulah iman yang paling lemah.
Dalam
praktinya dakwah bisa disampaikan dengan berbagai media. Dakwah tidak semata-mata disampaikan
lewat metode tatap muka atau ceramah. Namun dakwah bisa disampaikan melalui
media bersifat auditif (seperti radio), visual (tertulis maupun tercetak), media
audio visual (seperti video, televisi, film dan lainnya). Sarana dan media apa
pun yang digunakan secara ideal harus seseuai dengan tujuan dakwah yaitu untuk
menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan dari sisi tahapannya tujuan dakwah itu sendiri sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
Maka,
upaya menggali potensi para santri di bidang dakwah ini, perlu pembinaan dari kalangan pondok pesantren agar
potensi-potensi santri berkembang dan bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Pembinaan dan pengkaderan para Dai di kalangan pondok pesantren
semestinya dilakukan secara intensif. Pembekalan materi-materi dakwah serta metodologinya
merupakan poin penting untuk melahirkan bibit unggul juru dakwah yang tidak
saja bertalenta tapi juga menguasai ilmu agama yang mumpuni.
Proses
pembinaan itu bisa dilakukan oleh pihak pesantren, misalnya dengan melibatkan
para santri senior menjadi khotib Jumat. Pola pembinaan Dai seperti itu pernah
dilakukan ponpes Manahijussadat hingga sekarang. Bukan hanya khotib Jumat, para
santri (khususnya santri senior atau tingkat akhir) juga diwajibkan mengikuti
praktik ceramah antara lain ceramah Isra Miraj, Maulid Nabi Muhammad SAW,
peringatan nuzulul quran, Idul Adha, Idul Fitri, khutbah nikah,
walimatul khitan, walimatu safar,
walimatul hilm, aqiqah, dan lainnya. Hal
itu dilakukan sebagai sarana para santri
agar mereka bisa berdakwah saat berkiprah di masyarakat.
Sejatinya
perlu pula ditanamkan kepada para santri bahwa menjadi Dai atau juru dakwah
bukan profesi apalagi dijadikan sebagai mata pencaharian. Menjadi pendakwah
atau Dai merupakan panggilan Ilahi untuk
menyampaikan kebenaran yang bersumber dari ajaran Islam yakni Alquran dan
Alhadis dan menyeru kepada manusia untuk berbuat kebaikan, memerintahkan kepada
yang ma’ruf, dan melarang dari yang
mungkar.
Kedua,
selain upaya pembinaan oleh kalangan pondok pesantren, pelibatkan pemerintah
seperti Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), atau lembaga terkait
seperti Forum Silaurahim Pondok Pesantren (FSPP) dan Ikatan Keluarga Pondok
Modern (IKPM) Provinsi Banten sebagai wadah pondok pesantren dirasa sangat
tepat jika melakukan terobosan, misalnya, membuat suatu kegiatan pelatihan Dai
untuk peningkatan kualitas santri di bidang dakwah. Selain pelatihan, tak kalah
pentingnya jika FSPP/IKPM juga menggelar kegiatan Pemilihan Dai Antar Pesantren
(Pildaptren) se-Banten.
‘Ala
kuli hal potensi-potensi santri di pesantren
tak boleh diabaikan. Kita membangun sinergi yang kokoh untuk menciptakan sumber
daya santri yang militan dan istiqomah
membumikan pesan-pesan Ilahi dengan dakwah yang santun, elegan dan rahmatan
lilalamin. Santri-santri yang memiliki talenta sebagai juru dakwah
sejatinya kita arahkan dan bimbing agar dalam penyampaian dakwahnya benar-benar
mampu mengajak manusia ke jalan Allah SWT dengan cara al-hikmah, al-maw’idhah
al-hasanah (memberi nasehat, pengajaran dan keteladanan) dan al-mujadalah
bi al-lati hiya ahsan, yaitu bertukar pikiran dengan cara yang baik ( Q.S.
an-Nahl/16 : 125). Semoga.
Penulis
adalah Pengajar Ponpes Manahijussadat Cibadak Lebak
No comments:
Post a Comment