Tuesday, August 15, 2017

Ketika Gadget Menjadi Kitab Suci

Ketika Gadget Menjadi Kitab Suci
Oleh Ma’zumi


   Al-kisah dalam salah satu kelas SD di India, anak-anak diajak berbicara tentang topik yang menarik oleh ibu guru. Setelah mengucap salam, ibu guru bertanya kepada anak-anak, satu per satu tentang cita-cita mereka ketika besar nanti. “Anggap kalian semua bisa menjadi apapun yang kalian inginkan,” tutur ibu guru yang kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan “jadi, kalian mau jadi apa?”
   Anak pertama yang ditunjuk, lantas menjawab, “saya ingin menjadi burung.” Ibu guru bertanya kenapa, anak itu menjawab,”karena burung bisa terbang di langit.” Ibu guru menunjuk anak berikutnya, “kalau kamu ingin menjadi apa?” anak kedua menjawab, “ingin menjadi kelinci putih.” “baiklah, bagus!!” puji ibu guru.
   Kini giliran anak ketiga. “Hai Toppa!” sapa ibu guru, “sejak tadi kamu menulis sesuatu, ceritakan pada ibu kamu ingin menjadi apa?” gadis mungil itu segera berdiri dan menjawab, “saya ingin menjadi smartpone.” “Smartphone? Kenapa?” ibu guru penasaran.
   “Orangtua saya sangat menyukai Smartphone,” sambut anak berambut panjang itu. “ke mana pun ayah pergi, dia selalu membawa Smartphone bersamanya. Tapi dia tidak pernah membawa saya bersamanya.” Ibu guru menyimak. Anak itu melanjutkan, “ibu saya menerima telepon secepat mungkin ketika berdering. Tapi ibu saya tidak datang kepada saya, bahkan ketika saya sedang menangis. Ayah saya bermain game dengan Smartphonenya. Tapi dia tidak pernah bermain dengan saya. Saya meminta ayah memangku saya, ayah selalu memegang Smartphone.”
   Ibu guru mulai terharu. “jika saya meminta ibu saya untuk bermain dengan saya,  dia berteriak kepada saya dengan berkata: apakah kamu tidak melihat saya sedang mengobrol di telepon?. Ayah saya tidur dengan Smartphone berada di sampingnya. Tapi ayah saya tidak pernah tidur memeluk saya. Ibu saya tidak pernah lupa mengisi baterai Smartphone. Tapi terkadang ibu saya lupa memberi saya makan.
    Ibu guru tidak lagi mampu menahan air mata saat anak itu memungkasi cerita, “cita-cita saya ingin menjadi Smartphone agar selalu ada di samping ayah dan ibu.”
   Cerita di atas ditulis oleh M Husnaini di WhatsApp (WA) Grop Santri Menulis. Terlepas fiktif atau tidaknya kisah tersebut, realita yang sedang kita hadapi memang demikian. Hampir di mana pun kita berada selalu menemui kegiatan sosial manusia yang tidak terlepas dari gadget yang senantiasa berada di tangannya. Dari bangun tidur hingga tidur kembali. Jika kita kalkulasikan dengan detail, boleh jadi waktu menggenggam Gadget/Smatphone lebih lama jika dibandingkan dengan menggenggam atau membaca Alquran sendiri.
   Sangat miris memang, tapi realita selalu berbicara sesuatu yang fakta. Sedikit demi sedikit peran Alquran sebagai kitab suci tergeserkan oleh Gadget yang selalu ada di tangan. Pada akhirnya akan menarik sebuah hipotesis (kesimpulan sementara) bahwa mayoritas kehidupan sosial-masyarakat sudah tergantikan oleh Gadget sebagai panduan hidup.
   Ketika Gadget sudah menjadi panduan dalam kehidupan sosial-masyarakat, yang terjadi adalah permasalahan hidup yang kian menggurita. Tidak jarang beberapa musibah bahkan kematian terjadi karena kelalaian yang disebabkan oleh pemanfaatan Gadget sendiri yang di luar batas. Kerugian terbesar kedua adalah dari segi pemanfaatan waktu yang tidak produktif.
   Alquran mengajarkan dasar-dasar pemanfaatan waktu secara baik dan benar. Dengan tegas Allah SWT bersumpah atas nama waktu, “Demi Masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Qs.Al-‘Asr: 1-3).
   Perlu diketahui bahwa ayat tersebut diawali dengan huruf qasam (sumpah) yaitu waw ( kalimat إنّ الإنسىن لفي خسر   yang mempunyai arti “sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian” merupakan jawab sumpah yang didahului oleh huruf taukid yaitu inna. Sungguh merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus bagi kita yang sering membuang-buang waktu karena Gadget yang terkadang melalaikan dari waktu yang semestinya bermanfaat.
   Biar bagaimanapun saat ini Gadget telah merubah gaya hidup dan pola pikir kebanyakan masyarakat kita. Semakin baru Gadget yang dimiliki, semakin menambah kesan modern bagi diri sendiri. Lalu aktifitas kehidupan dipengaruhi oleh Gadget yang selalu meminta Upgrading aplikasi yang menurutnya bisa memudahkan untuk hidup. Padahal Alquran sendiri yang merupakan kitab suci tidak butuh Upgrading, tetapi informasi yang diberikan Alquran selalu memberikan solusi terkini dari pernik permasalahan hidup yang  sedang dihadapi.
   Semakin tinggi hedonitas masyarakat terhadap gadget  maka semakin hilang pula nilai kepribadian manusia dalam hidup. Buya hamka mengatakan, “Nilai seseorang adalah pribadinya, tinggi rendahnya pribadi seseorang adalah karena usaha hidupnya, caranya berpikir, tepatnya berhitung, jauhnya memandang dan kuatnya semangat diri sendiri.”
   Sibuk dengan kesibukan yang tidak bermanfaat hanya akan melalaikan kewajiban kita di hadapan Sang Khaliq. Terlalu banyak aplikasi dan akun sosial, semakin membuat masyarakat yang anti sosial. Kyai Syarqawi Dhofir (PP.Al-Amien Prenduan) mengatakan, “di dunia maya semakin mudah mendapatkan teman, tetapi semakin sedikit teman setia.”
   Berabad-abad yang lalu Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya bersabda mengenai pemanfaatan waktu, “Di antara (tanda) baiknya Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR At-Tirmidzi, no.2317). Dahulu para salafus-salih mengawali harinya dengan membaca Alquran untuk menjadi panduan hidup pada hari itu. Sedangkan hari ini kita dibingungkan dengan apa yang harus kita lakukan untuk hari ini? Wallahu A’lam.


Penulis adalah Pengajar di Pontren Manahijussadat Serdang Cibadak Lebak

No comments:

Post a Comment