Ketika
Gadget Menjadi Kitab Suci
Oleh
Ma’zumi
Al-kisah
dalam salah satu kelas SD di India, anak-anak diajak berbicara tentang topik
yang menarik oleh ibu guru. Setelah mengucap salam, ibu guru bertanya kepada
anak-anak, satu per satu tentang cita-cita mereka ketika besar nanti. “Anggap
kalian semua bisa menjadi apapun yang kalian inginkan,” tutur ibu guru yang
kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan “jadi, kalian mau jadi apa?”
Anak
pertama yang ditunjuk, lantas menjawab, “saya ingin menjadi burung.” Ibu guru
bertanya kenapa, anak itu menjawab,”karena burung bisa terbang di langit.” Ibu
guru menunjuk anak berikutnya, “kalau kamu ingin menjadi apa?” anak kedua
menjawab, “ingin menjadi kelinci putih.” “baiklah, bagus!!” puji ibu guru.
Kini
giliran anak ketiga. “Hai Toppa!” sapa ibu guru, “sejak tadi kamu menulis
sesuatu, ceritakan pada ibu kamu ingin menjadi apa?” gadis mungil itu segera
berdiri dan menjawab, “saya ingin menjadi smartpone.” “Smartphone?
Kenapa?” ibu guru penasaran.
“Orangtua
saya sangat menyukai Smartphone,” sambut anak berambut panjang itu. “ke
mana pun ayah pergi, dia selalu membawa Smartphone bersamanya. Tapi dia
tidak pernah membawa saya bersamanya.” Ibu guru menyimak. Anak itu melanjutkan,
“ibu saya menerima telepon secepat mungkin ketika berdering. Tapi ibu saya
tidak datang kepada saya, bahkan ketika saya sedang menangis. Ayah saya bermain
game dengan Smartphonenya. Tapi dia tidak pernah bermain dengan
saya. Saya meminta ayah memangku saya, ayah selalu memegang Smartphone.”
Ibu
guru mulai terharu. “jika saya meminta ibu saya untuk bermain dengan saya, dia berteriak kepada saya dengan berkata:
apakah kamu tidak melihat saya sedang mengobrol di telepon?. Ayah saya tidur
dengan Smartphone berada di sampingnya. Tapi ayah saya tidak pernah
tidur memeluk saya. Ibu saya tidak pernah lupa mengisi baterai Smartphone. Tapi
terkadang ibu saya lupa memberi saya makan.
Ibu
guru tidak lagi mampu menahan air mata saat anak itu memungkasi cerita, “cita-cita
saya ingin menjadi Smartphone agar selalu ada di samping ayah dan ibu.”
Cerita
di atas ditulis oleh M Husnaini di WhatsApp (WA) Grop Santri Menulis. Terlepas
fiktif atau tidaknya kisah tersebut, realita yang sedang kita hadapi memang
demikian. Hampir di mana pun kita berada selalu menemui kegiatan sosial manusia
yang tidak terlepas dari gadget yang senantiasa berada di tangannya.
Dari bangun tidur hingga tidur kembali. Jika kita kalkulasikan dengan detail,
boleh jadi waktu menggenggam Gadget/Smatphone lebih lama jika
dibandingkan dengan menggenggam atau membaca Alquran sendiri.
Sangat
miris memang, tapi realita selalu berbicara sesuatu yang fakta. Sedikit demi
sedikit peran Alquran sebagai kitab suci tergeserkan oleh Gadget yang
selalu ada di tangan. Pada akhirnya akan menarik sebuah hipotesis (kesimpulan
sementara) bahwa mayoritas kehidupan sosial-masyarakat sudah tergantikan oleh Gadget
sebagai panduan hidup.
Ketika Gadget sudah menjadi panduan dalam kehidupan
sosial-masyarakat, yang terjadi adalah permasalahan hidup yang kian menggurita.
Tidak jarang beberapa musibah bahkan kematian terjadi karena kelalaian yang
disebabkan oleh pemanfaatan Gadget sendiri yang di luar batas. Kerugian
terbesar kedua adalah dari segi pemanfaatan waktu yang tidak produktif.
Alquran
mengajarkan dasar-dasar pemanfaatan waktu secara baik dan benar. Dengan tegas
Allah SWT bersumpah atas nama waktu, “Demi Masa, sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran.” (Qs.Al-‘Asr: 1-3).
Perlu
diketahui bahwa ayat tersebut diawali dengan huruf qasam (sumpah) yaitu waw
( (و kalimat إنّ الإنسىن
لفي خسر yang mempunyai arti “sesungguhnya manusia
benar-benar dalam kerugian” merupakan jawab sumpah yang didahului oleh
huruf taukid yaitu inna. Sungguh merupakan hal yang perlu
mendapatkan perhatian khusus bagi kita yang sering membuang-buang waktu karena Gadget
yang terkadang melalaikan dari waktu yang semestinya bermanfaat.
Biar
bagaimanapun saat ini Gadget telah merubah gaya hidup dan pola pikir
kebanyakan masyarakat kita. Semakin baru Gadget yang dimiliki, semakin menambah
kesan modern bagi diri sendiri. Lalu aktifitas kehidupan dipengaruhi oleh Gadget
yang selalu meminta Upgrading aplikasi yang menurutnya bisa memudahkan
untuk hidup. Padahal Alquran sendiri yang merupakan kitab suci tidak butuh Upgrading,
tetapi informasi yang diberikan Alquran selalu memberikan solusi terkini
dari pernik permasalahan hidup yang
sedang dihadapi.
Semakin tinggi hedonitas masyarakat terhadap gadget maka semakin hilang pula nilai kepribadian
manusia dalam hidup. Buya hamka mengatakan, “Nilai seseorang adalah pribadinya,
tinggi rendahnya pribadi seseorang adalah karena usaha hidupnya, caranya
berpikir, tepatnya berhitung, jauhnya memandang dan kuatnya semangat diri
sendiri.”
Sibuk
dengan kesibukan yang tidak bermanfaat hanya akan melalaikan kewajiban kita di
hadapan Sang Khaliq. Terlalu banyak aplikasi dan akun sosial, semakin membuat
masyarakat yang anti sosial. Kyai Syarqawi Dhofir (PP.Al-Amien Prenduan)
mengatakan, “di dunia maya semakin mudah mendapatkan teman, tetapi semakin
sedikit teman setia.”
Berabad-abad
yang lalu Nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya bersabda mengenai
pemanfaatan waktu, “Di antara (tanda) baiknya Islam seseorang ialah
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR At-Tirmidzi, no.2317). Dahulu
para salafus-salih mengawali harinya dengan membaca Alquran untuk
menjadi panduan hidup pada hari itu. Sedangkan hari ini kita dibingungkan
dengan apa yang harus kita lakukan untuk hari ini? Wallahu A’lam.
Penulis adalah Pengajar di Pontren Manahijussadat Serdang Cibadak Lebak
No comments:
Post a Comment