PEMBUKAAN PEKAN PERKENALAN KHUTBATUL ‘ARSY
PONDOK PESANTREN MODERN MANAHIJUSSADAT
1439 H / 2018 M
Senin, 23 Juli 2018
“PONDOK TAK BOLEH MATI”
Pekan Perkenalan Khutbatul Arsy (APPKA) kerap
menyimpan banyak inspirasi. Dari sana terkandung sejumlah referensi untuk
dijadikan sumber tulisan, kendati saban tahun apa yang disampaikan selalu sama
isinya. Tetapi dalam catatan pelaksanaan PPKA 2018 ini sangat khidmat dan
menggetarkan hati, terutama khutbah yang disampaikan Pengasuh Ponpes
Manahijussadat KH Sulaiman Effendi. Namanya juga Khutbatul Arsy ya sudah
semestinya bahwa kekuatan kegiatan ini subtansinya ada di isi khutbah mudirul
ma’had yang wajib didengar dan dirasakan maknanya oleh semua santri. Sementara
kegiatan atraksi dan penempilan santri adalah pelengkap yang merupakan
implementasi dari apa yang disampaikan oleh pimpinan pondok.
Apa gerangan isi khutbah pagi tadi yang
paling menggetarkan hati? Simak baik-baik dan rasakan vibrasi kata-katanya.
Kehidmatan dan daya ledaknya ada di akhir khutbah. Sambil menahan tangis,
nadanya tinggi menembus ke udara dan lubuk hatinya pun bergetar. Dengan lantang
beliau bilang begini; “Walau saya mati, tapi perjuangan tak boleh mati,. Walau
Sulaiman mati perjuangan tak boleh mati. Saya boleh mati tapi pondok tak boleh
mati!”
Di depan kantor di atas meja tangan saya
berhenti menulis, menunduk haru. Ada tangis yang tertahan di sudut mata saya.
Sementara pulpen dan kertas putih menjadi saksi merekam untai-untaiannya yang
mendebarkan sekaligus memikat hati yang mendengarnya. Demikian bila yang datang
dari hati akan berjumpa di hati.
Apa yang disampaikan beliau tidak lepas dari
apa yang diuraikan sebelumnya. Di awal sambutanya Pimpinan pondok mengajak kita
untuk bersyukur kepada Allah atas pencapaian dan perkembangan pondok. Acara
PPKA tahun ini kata beliau serupa apa yang pernah dirasakannya 40 tahun silam
saat beliau mondok di Gontor.
"Sewaktu mondok di Gontor Kiai saya
mengatakan “Why you come to London If London come to you,“ katanya.
Sekarang, lanjut KH Sulaiman, kehadiranya di
acara Perkenalan Khutbatul Arsy seperti berada di pondok Darusalam Gontor. “Why
you come to Gontor If Gontor come to you,” ujarnya. Itu maknanya kenapa harus
belajar ke Gontor jika apa saja yang ada di Gontor bisa dipelajari di
Manahijussadat.
Beliau juga memaparkan tujuan dilaksanakannya
PPKA agar santri baru mengenal apa itu pondok, apa itu system pendidikan
pondok. Realitanya tidak sedikit orang yang keliru menilai pesantren. Sebagian
ada yang mengatakan pesantren itu identik dengan sarung, peci dan ngaji kitab
kuning.
“Menilai pondok pesantren itu jangan seperti
orang buta meraba gajah,” katanya.
KH Sulaiman menegaskan agar santri jangan
terburu-buru menilai pesantren dengan kesimpulan yang tidak benar. Alangkah
kelirunya jika santri baru 1 dan 3 hari di pondok sudah berani menilai pondok
itu makannya tidak enak, kegiatannya serba antre.
“Padahal hidup di pesantren bukan sekadar
untuk makan, tetapi makan untuk hidup agar bisa beribadah dan berjuang. Jika
hidup kita untuk makan maka tak ubahnya kita dengan sapi,” tegasnya.
Agar bisa menyimpulkan apa itu pondok
pesantren, KH Sulaiman mengajak agar santri jangan berhenti sebelum mendapakan
ijazah. “Jika kalian belum betah seminggu, cobalah sebulan. Jika masih belum
betah juga sebulan, cobalah setahun. Jika masih belum betah juga setahun coba
dua tahun, ......Jika kalian belum betah juga lima tahun cobalah enam tahun,”
uajarnya memotivasi.
Di pondok santri akan dibekali ilmu dan
keterampilan. Namun yang lebih penting santri harus memiliki mental yang kuat.
Agar tidak gamang meraih masa depan dan bermanfaat bagi orang banyak seperti
yang telah dilakukan oleh para pejuang dan ulama.
“Raih cita-cita setinggi-tingginya. Hidup
sekali hiduplah yang berarti. Apa yang bisa kau perbuat untuk pondokmu. Apa
yang bisa kau perbuat untuk negaramu,” imbuhnya.
Karena itu, lanjut KH Sulaiman, keberadaanya
di Banten ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas yaitu
dengan merintis pondok pesantren yang harus terus diperjuangkan hingga akhir
hayat.
“Walau saya mati, tapi perjuangan tak boleh
mati,. Walau Sulaiman mati, perjuangan tak boleh mati. Saya boleh mati, tapi
pondok tak boleh mati!” pungkasnya.(Yudi).