PELANGI DI ATAS
KUBAH AT-TA’AWUN
Oleh
Subkhan Rois
Ujian
Akhir Nasional tahun ini telah berlalu beberapa hari yang lalu. Pak Surya merasa
sedikit lega setelah anaknya sudah menyelesaikan ujian akhir nasional itu dengan
lancar. Meskipun belum
mengetahui hasilnya, namun perasaan lega sudah menyelimuti hati lelaki paroh
baya ini. Ini mungkin sudah tak aneh lagi, jika ujian Akhir
Nasional itu
selalu menjadi momok bagi orang tua, guru, bahkan murid itu sendiri.
Karena hasil ujian inilah
nantinya yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan
murid yang bersangkutan.
Setelah selesai melaksanakan ujian nasional, masih banyak waktu yang
dimiliki ketika menunggu hasil pengumuman. Para siswa masih
banyak memiliki waktu luang
yang tersisa. Meskipun sekolahnya tidak libur total, namun sudah
tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Jadi meskipun setiap hari masih berangkat
ke sekolah, namun sebenarnya
hanya untuk setor muka saja. Dan kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh Pak Surya
untuk membicarakan kelanjutan sekolah anaknya itu.
Sejak semula Pak Surya sudah punya keinginan untuk
memasukan anaknya ke Pondok Pesantren moderen. Hal ini dilatarbelakangi
karena di lembaga pendidikan ini selain mengajarkan ilmu-ilmu umum, sekaligus juga
mengajarkan ilmu agama secara mendalam. Pak
Surya berharap anaknya kelak, akan menjadi anak yang pandai mengaji, bisa berbahasa
Arab, sekaligus menjadi anak yang memiliki sikap dan tingkah laku yang terpuji layaknya
seorang santri.
Niat Pak Surya itu ibarat gayung bersambut. Ketika dia menyampaikan
niatnya itu kepada anaknya, ternyata anaknya pun menyambutnya dengan senang
hati. Maka Pak Surya lantas mengajak anaknya itu melakukan survey ke beberapa Pondok pesantren yang
ada di daerah Rangkasbitung. Ternyata cukup banyak pondok pesantren yang ada di
daerah ini. Pak Surya dan anaknya itu pun mulai mendatangi pondok pesantren itu
satu persatu untuk mencari informasi. Dan setelah cukup puas berkeliling,
akhirnya pilihanya jatuh pada sebuah pondok pesantren moderen yang berada di
daerah Cibadak.
Pondok pesantren ini meskipun terlihat sederhana, namun terbilang cukup
bagus kurikulum pengajaranya, termasuk kegiatan extrakurikulernya. Karena pondok
ini sudah dilengkapi dengan marching band, klub futsal, sepakbola, silat,
takraw, pramuka, marawis, bahkan tahfiz quran pun sudah ada di agenda
kegiatanya. Selain itu masih banyak kegiatan lain yang bisa diikuti oleh para
santri.
Pondok pesantren ini lokasinya berada tepat di belakang sebuah
perkampungan yang di kelilingi oleh kebun aneka tanaman buah yang ditumbuhi
oleh semak belukar di bawahnya. Jalan yang dilalui untuk menuju ke lokasi
pondok itu, masih berupa jalan kampung yang
sempit dan hanya muat untuk satu mobil saja. Di kiri kanan jalan
masih terlihat
kebun-kebun kosong serta hamparan sawah yang luas. Sepintas kesanya memang masih sangat pelosok. Maka tak heran jika Pak
Surya masih sedikit merasa ragu di dalam
hatinya. “Apa tidak salah jauh-jauh dari kota, malah ingin menyekolahkan
anaknya di tempat pelosok kampung seperti ini ?”.
Perasaan seperti ini bisa jadi bukan hanya Pak Surya saja yang merasakanya,
akan tetapi banyak para orang tua lainya yang mungkin merasakanya juga. Namun
dengan penuh keyakinan dan penuh kepercayaan terhadap pondok, akhirnya Pak
Surya pun berusaha meyakinkan dirinya dengan pilihannya itu.
Saat memasuki gerbang Pondok pesantren, Pak Surya langsung dihadapkan
dengan sebuah pemandangan yang berbeda. Tampak sebuah hamparan tanah kosong yang sudah disulap menjadi lapangan bola. Di sekitar lapangan itu
sudah berdiri beberapa bangunan gedung
permanen dan semi permanen,
serta bangunan masjid yang terlihat kokoh. Tak jauh dari lapangan itu juga terdapat saung-saung
bambu yang mengelilingi sebuah kolam ikan.
Saung-saung ini memang sengaja disediakan oleh Pondok pesantren sebagai
tempat untuk bertemu antara orang tua dengan para santri. Setiap hari Jumat
saung-saung pasti selalu penuh oleh orang tua santri yang sedang bercengkerama
dengan putra putrinya. Mereka nampak berbaur menjadi satu tanpa membedakan
angkatan. Ada yang sudah betahun-tahun anaknya belajar di pondok ini, namun ada
pula yang baru masuk. Mereka tampak berbaur akrab dan rukun sekali.
Meskipun sudah berbaur, namun sebenarnya ada kebiasaan yang menandai
antara santri yang sudah senior dengan yang baru masuk pondok. Yaitu ketika sedang berkumpul dengan orang
tuanya, jika para santri itu bisa tertawa dan becanda riang dengan keluarganya,
maka biasanya itu adalah santri yang sudah senior. Tetapi jika kebersamaan
mereka itu masih terlihat ada tangis dan cucuarn air mata dari para santri,
biasanya itu adalah santri yang baru masuk pondok.
Setelah selesai mengurus administrasi, Pak
Surya
lantas ikut
mengantarkan anaknya
ke
ruangan asrama bersama seorang
pengurus. Saat melewati sebuah ruangan asrama yang sudah lama, tiba-tiba degg..!.
Astagfirullohaladzim....Pak Surya melihat sebuah ruangan yang
pengap, penuh dengan lemari kayu reyot, lantai kotor dan berdebu yang bercampur
dengan buku-buku bekas yang berantakan serta sajadah bekas dan kasur usang yang
numpuk di pojok ruangan. Dinding tembok pun nampak sudah kusam warna catnya.
Dengan beberapa bagian plafon yang sudah lepas dan
menghitam tripleksnya karena bekas bocor saat hujan. Lampu penerangan yang digunakan pun hanya
lampu neon
beberapa watt yang temaram.
Seakan menambah suasana kamar itu menjadi semakin suram. Sungguh tak terbayangkan jika datang musim hujan, seperti apa penderitaan
yang bakal dialami oleh anaknya kelak.
Rasanya
sungguh tak
tega jika tempat
seperti ini nantinya
akan menjadi
tempat tinggal sehari-hari bagi anaknya setelah menjadi santri kelak. Pak Surya pun hanya bisa mengeluh di dalam hatinya. Namun
beruntung karena kamar ini bukan kamar asrama untuk anaknya.
Pak
Surya bersama pengurus
itu pun lantas berjalan menuju sebuah gedung yang masih bagus. Rupanya gedung ini yang
dipergunakan untuk asrama santri baru. Ruanganya terlihat cukup
bersih dan lebih rapi. Lantainya masih bersih karena keramiknya baru. Meskipun terlihat
agak berantakan, akan tetapi jika di rapikan
lagi lemari dan barang-barang yang sudah tak layak itu dibuang, maka pasti kelihatan bersih dan rapi. Ruangan
ini lumayan bagus untuk ukuran sebuah asrama santri.
Namun Pak Surya kembali berpikir untuk
meyakinkan dirinya,
bahwa keputusanya
memasukan anaknya ke pondok pesantren ini adalah sebuah pilihan yang tepat. Apalagi
mengingat kondisi anaknya yang
punya penyakit asma. Penyakit yang sangat
sensitif terhadap debu, makanan yang mengandung pemanis buatan, cuaca
dingin, maupun kegiatan yang membuatnya kecapekan. Apalagi
jika melihat jadwal kegiatan pondok yang padat seperti itu, kemungkinan besar
asmanya akan kambuh setiap saat. Lantas siapa nanti yang akan mengurusnya ?.
Setelah
selesai mengantarkan anaknya ke
asrama putra, lantas Pak Surya menuju ke
bagian administrasi untuk menanyakan biaya bulanan, biaya buku pelajaran dan
biaya lain-lainya. Setelah dihitung-hitung ternyata lumayan besar juga
pengeluaranya dalam sebulan. Belum lagi jika ditambah setiap seminggu
sekali harus menjenguk, bisa-bisa lebih banyak lagi pengeluaran untuk hal yang tidak
terduga. Namun semua pengeluaran
biaya itu sebenarnya tidak akan berarti jika dibandingkan dengan ilmu dan
kepribadian yang akan diperoleh anaknya kelak.
Karena Pondok pesantren ini memiliki kurikulum pengajaran dan tehnik pendidikan yang sangat luar biasa. Karena selain memiliki materi
pelajaran umum setaraf kurikulum sekolah negeri pada umumnya, Pondok ini juga mengajarkan
kurikulum pelajaran agama yang mendalam. Seperti ilmu fikih, nahwu, sorof, hadist, tafsir Quran, kitab kuning dan
lain sebagainya. Dan yang paling menonjol adalah pengajaran bahasa Arab dan bahasa inggris yang
diberikan.
Karena selain diajarkan secara teori,
juga harus dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan Pondok.
Sehingga santri akan menjadi mahir menggunakan bahasa itu. Dan jika ketahauan
tidak menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris yang telah dijadwalkan, maka
santri itu bisa dikenakan hukuman. Maka tak heran jika para
santri itu sangat fasih menggunakan bahasa Arab saat
berbicara dengan sesama santri maupun dengan ustaznya.
Hati Pak Surya pun kini semakin mantap setelah menyelesaikan semua administrasi. Namun sekali lagi
beliau mencoba bertanya kepada anaknya. Apakah masih sanggup masuk pondok
dengan kegiatan dan peraturan yang ketat seperti ini ?. Namun jawaban anaknya masih
tetap sama. Mendengar kemauan anaknya itu, Pak Surya pun menjadi terenyuh hatinya. Dia yakin
sebenarnya anaknya ini hanya memaksakan dirinya saja, demi menyenangkan hati
orang tuanya. Karena dia sendiri sebenarnya juga tidak yakin dengan kemampuanya
menghadapi tantangan berat selama
mengikuti kegiatan belajar mengajar di Pondok pesantren ini.
Sedangkan bagi Pak Surya sendiri, sebenarnya
ini bukanlah perkara yang
mudah. Artinya
setelah memasukan anaknya ke Pondok Pesantren kemudian membayar
biaya bulanan dan memberi uang saku, terus selesai
begitu saja urusanya. Tidak. Justru dirinya dituntut lebih banyak mencurahkan
perhatianya. Harus bisa memberikan motivasi saat anaknya menghadapi kesulitan
dalam mengikuti kegiatan belajar atau ketika menghadapi masalah dengan teman satu
asrama yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Apapun alasanya bagian ini tetap merupakan tugas orang tua, agar anaknya betah dan mampu bertahan
di Pondok pesantren
sampai selesai. Pak Surya pun sudah paham betul dengan tugas ini.
Setelah selesai membereskan semua administrasi dan membereskan
perbekalan, akhirnya Pak Surya pun berpamitan kepada anaknya. Sebelum berpisah,
Pak Surya memeluk anaknya itu begitu erat. Bahkan seperti tak ingin melepaskan pelukanya. Anaknya terlihat begitu pasrah di dalam rengkuhan bapaknya itu. Tanpa
sadar air matanya pun mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Pak Surya
berusaha sekuat tenaga, menahan rasa
haru yang mulai menggumpal di dalam dadanya. Rasanya seperti ingin meledak. Namun
dia berusaha tidak menangis di depan anaknya.
Setelah cukup lama berpamitan, akhirnya Pak Surya melepaskan pelukanya
dan menyuruh anaknya itu masuk ke asramanya. Tentu saja dengan beberapa nasihat
supaya menjaga sikap dalam bergaul dengan teman-temanya nanti. Dan dengan perasaan
hati yang berat, anaknya itu pun lantas meninggalkan bapaknya menuju ruang
asrama. Pak Surya hanya tertegun, ketika memandang anaknya itu semakin jauh meninggalkanya.
Rasanya seperti tak mampu bergerak sedikitpun. Pak Surya seperti tak ingin meninggalkan
tempatnya berdiri sampai anaknya tak terlihat lagi. Dan tanpa dia sadari
tiba-tiba air matanya meleleh membasahi kedua pipinya. Semakin lama air mata
itu semakin deras membasahi kelopak matanya. Kini Pak Surya hanya bisa menangis
tersedu-sedu seorang diri. Sambil berusaha menghapus air matanya, dia pun berusaha
mengalihkan pandanganya ke arah kubah masjid yang berdiri kokoh di atas dataran
yang lebih tinggi itu. Tiba-tiba Pak Surya merasa sangat takjub ketika melihat ada
sebuah pelangi yang sangat indah di atas kubah masjid itu. Entah dari mana
datangnya. Padahal cuaca sangat terang, tanpa ada gerimis atau pun hujan.
Setelah melewati minggu pertama, Pak Surya kembali mengunjungi anaknya
di Pondok pesantren. Sengaja dia memilih berkunjung pada hari Jumat. Karena
hari jumat adalah hari libur, sehingga para wali bisa mengunjungi anaknya
dengan leluasa. Hatinya merasa sangat senang sekali, sekaligus bangga ketika
bertemu dengan pelita hatinya ini. Meskipun baru seminggu di pondok pesantren,
namun penampilan anaknya sudah berubah total. Terlihat sopan sekali dengan
kemeja koko lengan panjang, yang dipadu dengan celana hitam serta sebuah songkok
hitam yang dikenakanya. Penampilanya sudah mirip dengan santri senior. Inilah
hasil didikan Pondok itu.
Kali ini Pak Surya lebih banyak meluangkan waktu untuk mendengarkan
cerita anaknya selama seminggu di Pondok pesantren. Pak Surya merasa sangat
kagum ketika melihat anaknya semangat sekali menceritakan jadwal kegiatanya.
Subuh sudah harus bangun dan harus sholat berjamaah ke masjid, setelah itu
sarapan dan belajar sampai dhuhur. Kemudian berjamaah sholat dhuhur di masjid.
Kemudian dilanjutkan belajar agama sampai ashar. Kemudian melakukan sholat
ashar berjamaah di masjid, begitu juga maghrib dan isyak. Seluruh rangkaian
kegiatan itu akan selesai jam sepuluh malam. Setelah itu Santri baru boleh
istirahat tidur. Sungguh bangga sekali Pak Surya ketika melihat ketegaran hati
anaknya ini. Rasanya seperti tidak percaya.
Setelah puas mendengarkan cerita anaknya dan memberikan
nasehat-nasehatnya, Pak Surya pun segera pamit. Sebelum pergi Pak Surya kembali
memeluk anaknya dengan erat. Suasana pun berubah menjadi haru. Supaya tidak
larut dalam perasaan sedih akhirnya Pak Surya melepaskan pelukanya dan menyuruh
anaknya masuk ke ruang asramanya. Pak Surya kembali tertegun ketika menyaksikan
anaknya itu semakin jauh meninggalkan dirinya. Tanpa terasa air matanya pun
kembali meleleh membasahi kedua pipinya. Pak Surya mencoba menghapus air
matanya itu, namun bukanya berhenti
tetapi malah semakin deras membasahi kelopak matanya. Merasa tak kuat menahan
tangisnya, Pak Surya pun mencoba mengalihkan pandanganya ke arah kubah masjid
yang berdiri kokoh di ujung lapangan. Tiba-tiba Pak Surya terhenyak kaget ketika
lagi-lagi menyaksikan ada sebuah pelangi yang sangat indah di atas kubah masjid
itu. Padahal cuacanya sangat cerah. Tidak ada gerimis dan tidak ada hujan.
Lantas dari mana asal pelangi itu ?.
Hari telah berganti hari, bulan pun telah berlalu. Tanpa terasa waktu
terus berputar dengan begitu cepatnya. Tanpa sadar, anaknya kini sudah setahun berada
di pondok pesantren. Sebagai hadiah atas kenaikan kelas anaknya, Pak Surya sengaja
membelikan anaknya sebuah handphone baru dengan merek terkenal. Tujuanya adalah
untuk memberikan semangat kepada anaknya ini. Meskipun handphone itu sebenarnya
tidak boleh di bawa anaknya selama di Pondok, namun saat kunjungan seperti ini,
handphone itu bisa dipakai oleh anaknya. Tapi setelah selesai kunjungan, handphone
itu harus kembali di bawa pulang. Begitulah peraturanya. Jika santri ketahuan
membawa handphone atau musik player selama belajar di pondok, maka santri itu
akan dihukum sesuai peraturan. Biasanya setelah shalat berjamaah, santri itu
disuruh berdiri di depan masjid dan disuruh menghancurkan sendiri handphonenya
itu. Hal ini untuk memberi pelajaran kepada santri yang lainya supaya tidak ada
yang coba-coba melanggar peraturan. Itulah hukuman ala santri. Sebenarnya masih
banyak jenis hukuman yang lain, seperti dibotak kepalanya, jika kabur. Dijemur
jika tidak sholat berjamaah. Disuruh kerja bakti jika tidak menggunakan bahasa
arab atau inggris dalam percakapan, dan masih banyak lagi yang lainya. Intinya adalah
semua hukuman itu untuk membuat santri menjadi pintar dan disiplin. Jadi orang tua
sebenarnya tidak perlu panas kupingya jika mendengar anaknya melapor mendapat
hukuman. Bahkan jika kesalahan yang dibuat santri itu sudah cukup parah, maka
tak segan-segan pula santri itu akan dikeluarkan oleh pondok.
Pada tahun kedua ini Pak Surya terlihat sudah semakin tegar hatinya.
Meskipun masih seminggu sekali mengunjungi anaknya, namun sudah jarang sekali
dia bercucura air mata ketika berpisah dengan anaknya itu. Sehingga ketika dia
memandang ke arah kubah masjid, dia sudah tidak melihat lagi ada pelangi di
atas kubah masjid itu.
Kini Pak Surya sudah terbiasa ketika mendengar anaknya menceritakan
model pendidikan yang diterapkan di Pondok. Hatinya sudah merasa lebih kuat
ketika mendengar anaknya cuma mendapatkan
pelayanan sekedarnya sesuai dengan
standard Pondok. Pondok menganggap
semua santri itu adalah sama tanpa membedakan latar belakang, suku, anak orang
kaya atau keluarga pas-pasan. Semuanya mendapatkan pelayanan dan perlakuan
yang sama. Semua santri
diwajibkan mengikuti kegiatan yang sudah di jadwalkan. Dan
harus bersedia menerima hukuman jika melakukan kesalahan. Waktu tidur pun dibatasi hanya enam jam dalam
sehari, yaitu dari pukul sepuluh malam sampai jam empat pagi. Setiap hari Santri
harus siap melakukan
sholat berjamaah di masjid. Jika melanggar santri akan diberi hukuman.
Pak Surya kini merasa sangat bangga ketika melihat anaknya itu sudah bisa
berbahasa arab dengan lancar, bisa mengaji Al Quran dengan benar, dan sangat santun
dalam bersikap. Tak disangka ketika melihat kondisi
anaknya dulu yang ringkih dan memiliki penyakit asma itu, kini sudah tumbuh menjadi remaja yang tangguh hatinya
dan berbudi pekerti yang luhur. Pak Surya lantas mengucap puji syukur kehadirat
Allah swt atas karunia ini. “Terimakasih ya Allah...!. Ternyata ini bukan sebuah pilihan yang salah, ketika memasukan anaknya ke Pondok Pesantren ini !”. Kata Pak Surya menangis haru sambil mengusap kelopak matanya. Pak Surya pun
lantas melihat kembali ke arah kubah masjid itu untuk membuktikan bahwa Pelangi
itu masih ada di atas kubah masjid At-Taawun.
Cerpenis adalah
wali santri tinggal di Tangerang